Jumat, 24 Februari 2017

MA"RIFAT DAN ZUHUD



MA’RIFAT DAN ZUHUD
MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompokmata kuliah Esensi Al-Qur’an



                                            Disusun oleh Kelompok II :            
                   Restu Aqil K                   1144010153
                   Resya Ayu Pratiwi          1144010154
                   Ridha Syahida I Z           1144010155
                   Ridhi Antika ZN             1144010156
                   Rifqi Murodi                   1144010157



UNIVERSITAS ISLAM NEGERI  SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
JURUSAN BIMBINGAN KONSELING ISLAM
2015


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................         i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ....... ii
BAB I   PENDAHULUAN............................................................................ ....... 1
A.                Latar Belakang Masalah........................................................... ....... 1
B.                Perumusan Masalah.................................................................. ....... 2
C.                Tujuan Penulisan ...................................................................... ....... 2
D.                Metode Penulisan . .................................................................. ....... 2
BAB II  PEMBAHASAN............................................................................... ....... 4
A........ Pengertian Ma’rifat dan Zuhud........................................................ 4
B........ Penjelasan Ma’rifat dan Zuhud dalam AlQuran ............................. 7
BAB III PENUTUP. ...................................................................................... ..... 11
A.           Kesimpulan................................................................................ ..... 11
DAFTAR PUSTAKA
 


BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Hidup di jaman yang serba Modern ini, telah mendorong kita pada sikap atau perilaku hidup yang materialistik dan Hedonis. Segala sesuatunya ditentukan dengan uang, sehingga ada ungkapan ada uang ada jalan, tak ada uang tak jalan. Segala usahanya dan kerjanya dihabiskan hanya untuk memperoleh kebutuhan hidup yang bersifat materi demi kepusan hawa nafsunya. Bahkan sampai rela mengorbankan segalanya, menghallkan segala cara demi sampainya pada tujuan yang dinginkan.
Fenomena diatas dapat kita saksikan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Ini membuktikan pemenuhan kepentingan lahiriah atau jasmani yang melebihi kebutuhan yang seharusnya melahirkan apa yang disebut Hubbudunya yaitu cinta dunia yang berlebih-lebihan yang dampaknya sangat menghawatirkan.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan sudah seharusnya mengembalikan hubungan dengan Allah pada jalus semestinya. Jalan yang dimana kita konsisten paa arah jalur ini akan tercipta kebahagian dunia dan akhirat. Dalam suatu keterangan disebutkan “Man ‘arofa nafsahu faqad ‘arofa robbahu”.
Konsep inilah yang mengisyaratkan pentingnya kita sebagai makhluk mengenal diri kita, bagaimana kedudukan kita di dunia mau dibawa kemana arah tujuannya yakni dengan jalan ma’rifatullah inilah yang diharapkan dapat akan timbulnya kesadaran kita terhadap eksistensi yang hakiki hidup di dunia ini.
Sedangkan ada pula suatu fenomena lainnya pada saat ini yakni zuhud. Zuhud adalah sebuah kata yang mengungkapkan berpaling atau berpindahnya keinginan terhadap sesuatu kepada hal lain yang lebih baik darinya. Sesuatu yang ditinggalkan itu mestinya adalah sesuatu yang dicintai. Dari sini, maka orang yang berpaling meninggalkan cinta dunia kepada cinta akhirat disebut sebagai orang yang zuhud terhadap dunia. Karena pada setiap jiwa manusia telah tertanam secara naluri kecintaan kepada perkara-perkara duniawi. Sedangkan akhirat, jauh lebih baik dari dunia.
Oleh karena itu Abu Sulaiman pernah berkata, “Janganlah engkau bersaksi bahwa seseorangadalah orang yang zuhud. Karena zuhud ada dalam hati. Maka zuhud tidak selalu identik dengan kemiskinan. Bisa jadi orang yang memiliki banyakharta ternyata lebih zuhud dari pada orang yang miskin. Terkadang seseorang yang meninggalkan harta dianggap sebagai orang yang zuhud, padahal tidak demikian. Sehingga akan dibahas lah Ma’rifat dan Zuhud yang beristinbath pada surat-surat Al-Quran yang akan diuraikan dalam makalah ini.

1.2  Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskannya dalam bentuk pertanyaan berikut :
1.        Apa pengertian ma’rifat dan zuhud?
2.        Bagaimana penjelasan ma’rifat dan zuhud dalam Al-Quran?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penyusunan karya tulis ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian ma’rifat dan zuhud
2.      Untuk mengetahui penjelasan ma’rifat dan zuhud dalam Al-Quran

1.4  Metode Penulisan
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan metode “bibiliografi” atau metode “kepustakaan” dengan menelusuri literature yang ada serta menelaahnya secara tekun dalam mengerjakan sebuah penelitian. Dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Langkah pertama        : Mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan
bahasan (collecting of fact date)
Langkah kedua           : Mengklasifikasikan data atau bahan (classification of fact
date)
Langkah ketiga           : Menganalisa bahan-bahan yang ada kemudian membuat
kesimpulan(analitic of fact date)
 


BAB II

PEMBAHASAN
A.       Pengertian Ma’rifat dan Zuhud
1.   Pengertian Ma’rifat
Ma’rifat berasal dari kata ‘arafa, yu’rifu, ‘irfan, ma’rifah, artinya adalah pengetahuan, pengalaman, atau pengetahuan Ilahi. Ma’rifat secara etimologis berarti ilmu yang tidak menerima keraguan. Ma’rifat dapat pula berarti pengetahuan rahasia hakikat agama, yaitu ilmu yang lebih tinggi daripada ilmu yang didapat oleh orang-orang pada umumnya. Pengetahuan dalam pengertian yang umum, khususnya pada penggunaan bahasa Arab zaman modern, namun dalam litetarur keagamaan ia secara khusus berarti gnosis, yakni pengetahuan esoteris atau pengetahuan mistis dari dan terhadap Tuhan. Ia sebanding dengan istilah jinana dalam bahasa sansakerta.[1]
Menurut sufisme, ma’rifat merupakan bagian dari tritunggal bersama dengan makhafah (cemas terhadap Tuhan) dan mahabbah (cinta). Ketiganya merupakan sikap seseorang perambah jalan spiritual (thariqat). Ma’rifat dalam pengertian tasawuf berarti pengetahuan yang sangat jelas dan pasti tentang tuhan yang diperoleh melalui sanubari. Menurut Abu Zakaria al-Anshari bahwa ma’rifat menurut bahasa adalah ilmu pengetahuan yang sampai ke tingkat keyakinan yang mutlak.
Secara terminologis, ma’rifat adalah ilmu yang didahului ketidaktahuan. Didalam istilah sufi, ma’rifat berarti ilmu yang tidak menerima keraguan apabila objeknya adalah zat dan sifat-sifat Allah SWT. Dalam istilah sufi juga dikatakakan bahwa ma’rifat dapat diartikan cahaya yang disorot pada hati siapa saja yang dikehendakinya. Inilah pengetahuan hakiki yang datang melalui kasyf (penyingkapan), musyahadah (penyaksian), dan dzauq (cita rasa). Pengetahuan ini berasal dari Allah, akan tetapi pengetahuan ini bukanlah Allah sendiri karena dia tidak bisa diketahui dalam esensinya.[2]
Dalam tasawuf, istilah ma’rifat diartikan sebagai pengetahuan yang yang tidak mengenal keragu-raguan, sebab obyeknya adalah Tuhan dan sifat-sifatnya atau ma’rifat berarti juga pengetahuan yang sangat jelas dan pasti tentang Tuhan yang diperoleh melalui sanubari. Karena jelas dan pastinya pengetahuan itu, menyebabkan seseorang merasa tahu dengan yang diketahuinya itu.
Selanjutnya menurut Harun Nasution ma’rifat adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan.  Menurut sebagian ulama, ma’rifat adalah sifat orang-orang yang mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya, kemudian ia membenarkan Allah dengan melaksanakan ajarqnnya dalam segala perbuatan. Ia membersihkan dirinya dari akhlak yang rendak dan dosa-dosa, kemudian berdiri mengetuk pintu Allah. Dengan hati yang konsisten dan istiqomah, dia beri’tikaf untuk menjauhi dosa-dosa, sehingga ia memperoleh sambutan Allah yang indah, Allah membimbing dalam semua keadaannya, maka terputuslah gelora napsu dari dirinya dan hatinya dan tidak pernah terdorong lagi untuk melakukan selain ini.
Ia menjadi orang asing ditengah manusia, bebas dari dosa-dosa, bersih dari urusan dunia, terus menrus bermujat dihadapan Allah dengan cara sirri (rahasia dan tersembunyi). Semua ucapannya adalah benar, dia berkata engan bimbingan Allah. Diberitahukan kepadanya rahasia-rahasia Allah tentang kekuasaannya yang berlaku. Itulah yang disebut arif dan keadaannya ddisebut ma’rifat. Pendek kata dengan keasingan dirinya itu, ma’rifatnya akan mendapatkan Tuhannya Yang Maha Agung dan Maha Mulia.


2.   Pengertian Zuhud
Secara  etimologis, zuhud berarti ragaban ‘ ansyai’in watarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu  dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenagan dunia untuk ibadah. Berbicara tentang zuhud secara terminologis, maka tidak bisa di lepaskan  dari dua hal: yang pertama  zuhud sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari tasawuf. Kedua  zuhud sebagai moral (akhlak) islam dan gerakan protes.
Apabila tasawuf  diartikan adanya komunikasi langsung antara manusia dengan Tuhan sebagai perwujudan ihsan, maka zuhud merupakan suatu stasiun (maqam)  menuju tercapainya “perjumpaan” atau ma’rifat kepadaNya. Klasifikasi arti zuhud ke dalam dua pengertian tersebut sejalan dengan makna ihsan. Yang pertama berarti ibadah kepada Allah seakan-akan melihatnya dan zuhud sebagai salah satu maqam menuju kesana, dan yang kedua arti dasar ihsan adalah berbuat baik.
Menurut Al-Palibani hakikat zuhud itu meninggalkan sesuatu yang di kasihi dan berpaling dari padanya kepada sesuatu yang lain, yang lebih baik dari padanya. Karena itu sikap seseorang yang meninggalkan kasih akan dunia “karena mengigikan sesuatu didalam akhirat itulah yang dikatakan zuhud.[3]
Pengertian zuhud ini ada tiga macam[4] :
a)         Meninggalkan sesuatu karena mengiginkan sesuatu yang lebih baik daripadanya.
b)         Meninggalkan keduniaan karena mengharapkan sesuatu yang bersifat keakhiratan.
c)         Meninggalkan segala sesuatu selain Allah karena mencintaiNya.
Sudah banyak orang yang membahas masalah zuhud dan masing-masing mengungkap menurut perasaanya, berbicara menurut keadaanya. Padahal pembicaraan menurut bahasa ilmu, jauh lebih luas dari pada berbicara berdasarka bahasa perasaan, yang sekaligus lebih dekat kepada hujjah dan bukti keterangan.
Ada beberapa pendapat dari para ulama yaitu dari  Syaikhul-islam ibnu taimiyah berkata, “zuhud artinya meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat untuk kepentingan akhirat”. Sedangkan menurut sufyan Ats-Tsaury, zuhud di dunia artinya tidak mengumbar harapan,bukannya makan sesuatu yang kering dan mengenakan pakaian yang tidak bagus. Al-junaid berkata, “Aku pernah mendengar sary mengatakan, bahwa Allah merampas keduniaan dari para waliNya, menjaga agar tidak melalaikan hamba-hambaNya yang suci dan menggeluarkanya dari hati orang-orang layak bersanding dengan-Nya. Sebab Allah tidak meridhainya bagi mereka. Dia juga berkata, “orang yang zuhud tidak gembira karena mendapatkan dunia dan tidak sedih karaena kehilanggan dunia.
Menurut Yahya bin Mu’adz, zuhud itu menimbulkan kedermawanan dalam masalah hak milik, sedangkan cinta menimbulkan kedermawanan dalam masalah ruh. Menurut ibnu-jala’,zuhud itu memandang dunia dengan pandangan yang meremehkan, sehingga mudah bagimu untuk berpaling darinya. Menurut ibnu khafif, zuhud artinya merasa senang jika dapat keluar dari kepemilikan dunia. Menurut Al-imam Ahmad, zuhud di dunia artinya tidak mengumbar harapan di dunia. Ada pula salah satu riwayat dariNya, bahwa zuhud itu tidak gembira mendapatkan keduniaan dan tidak sedih kehilangan keduniaanya.[5]
Menurut abdulah bin Al-Mubarak, zuhud artinya percaya kepada Allah dengan disertai kecintaan kepada kemiskinan. Pendapat yang sama juga dinyatakan syaqiq dan Yusuf bin Asbath. Menurut Al-Imam Ahmad, zuhud didasarkan kepada tiga perkara meninggalkan yang haram, ini merupakan zuhudnya orang-orang awam, meninggalkan berlebih-lebihan dalam hal yang halal, ini merupakan zuhudnya orang-orang yang khusus, dan meninggalkan kesibukan selain dari Allah, dan ini zuhudnya orang-orang yang ma’rifat.
Yang pasti para ulama sudah bersepakat bahwa zuhud itu  merupakan perjalanan hati dari kampung dunia dan menempatkannya di akhirat. Zuhud ini ada enam macam yaitu Harta, rupa ,kekuasaan, manusia, nafsu, dan hal-hal selain Allah. Dan seseorang itu tidak layak mendapat sebuah zuhud kecuali menghindari enam macam tersebut. Yang paling baik dari pengertian zuhud dan yang paling menyeluruh adalah seperti yang dikatakan Al-hasan,”zuhud di dunia bukan berarti mengharamkan yang halal dan menyia-nyiakan harta, tetapi jika engkau lebih meyakini apa yang ada di tangan Allah dari pada apa yang ada di tanganmu, dan jika ada musibah yang menimpamu, maka pahala atas musibah itu lebih engkau sukai daripada engkau tidak di timpa musibah sama sekali.

B.     Penjelasan Ma’rifat dan Zuhud Dalam Al-Qur’an (Analisis Ayat)
1.        Q.S. Al An’am: 32
$tBur äo4quysø9$# !$uŠ÷R$!$# žwÎ) Ò=Ïès9 ×qôgs9ur ( â#¤$#s9ur äotÅzFy$# ׎öyz tûïÏ%©#Ïj9 tbqà)­Gtƒ 3 Ÿxsùr& tbqè=É)÷ès? ÇÌËÈ  
dan Tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka[468]. dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?”
a)      Isi kandungan :
1)   Kehidupan dunia hanyalah senda gurau
2)   Kehidupan akhirat sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa
b)      Esensi
Kehidupan dunia hanyalah senda gurau semata bagi orang-orang kafir sedangkan kehidupan akhirat sungguh lebih baik balasannya bagi orang-orang yang bertakwa.

2.        Q.S. Al Araf: 48
#yŠ$tRur Ü=»ptõ¾r& Å$#{ôãF{$# Zw%y`Í NåktXqèù͏÷ètƒ ÷Lài9yJÅ¡Î0 (#qä9$s% !$tB 4Óo_øîr& öNä3Ztã ö/ä3ãèôJy_ $tBur öNçGYä. tbrçŽÉ9õ3tGó¡n@ ÇÍÑÈ  
“dan orang-orang yang di atas A'raaf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya dengan mengatakan: "Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang selalu kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu."
a)      Isi kandungan :
1)      Orang-orang yang berada di atas ‘araf menyeru kepada orang-orang kafir
2)      Mereka mengatakan bahwa harta yang mereka miliki dan kumpulkan dan menjadikannya kesombongan itu tidaklah memberi manfaat
b)      Esensi
Di hari akhir kelak harta yang dikumpulkan manusia tidaklah memberikan manfaat atau pertolongan apapun.

3.        Q.S. Ar Rad’: 26
ª!$# äÝÝ¡ö6tƒ s-øÎh9$# `yJÏ9 âä!$t±o âÏø)tƒur 4 (#qãm̍sùur Ío4quysø9$$Î/ $u÷R9$# $tBur äo4quysø9$# $u÷R9$# Îû ÍotÅzFy$# žwÎ) Óì»tFtB ÇËÏÈ  
“Allah meluaskan rezki dan menyempitkannya bagi siapa yang Dia kehendaki. mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, Padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).”

a)      Isi kandungan:
1)      Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki
2)      Allah membatasi rezeki bagi yang Dia kehendaki
3)      Orang-orang hubbudunnya mereka bergembira hanya dengan kehidupan didunia
4)      Tetapi sesungguhnya kesenangan didunia itu hanyalah sedikit
b)      Esensi
Allah melapangkan rezeki bagi orang-orang yang beriman dan sungguh kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang menipu dibandingkan dengan kesenangan yang diperoleh diakhirat.

4.        Q.S. An Nisa: 74
* ö@ÏG»s)ãù=sù Îû È@Î6y «!$# z`ƒÏ%©!$# šcrçŽô³tƒ no4quŠysø9$# $u÷R9$# ÍotÅzFy$$Î/ 4 `tBur ö@ÏG»s)ムÎû È@Î6y «!$# ö@tFø)ãsù ÷rr& ó=Î=øótƒ t$öq|¡sù ÏmÏ?÷sçR #·ô_r& $\KÏàtã ÇÐÍÈ  
“karena itu hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang di jalan Allah, lalu gugur atau memperoleh kemenangan Maka kelak akan Kami berikan kepadanya pahala yang besar.”
a)      Isi Kandungan :
1)      Allah menjanjikan kepada orang-orang yang menjual kehidupan dunia untuk (kehidupan) akhirat berperang dijalan Allah SWT diberikan pahala yang besar
2)      Yakni berperang di jalan Allah, lalu gugur dan memperoleh kemenangan.
b)      Esensi
Orang –orang yang merelakan kehidupan dunia nya dan mengedepankan kehidupan akhirat lalu dirinya berperang dan gugur dijalan-Nya, janji Allah yakni diberikan kepadanya pahala yang besar.

5.        Q.S. Al Mulk: 3
Ï%©!$# t,n=y{ yìö7y ;Nºuq»yJy $]%$t7ÏÛ ( $¨B 3ts? Îû È,ù=yz Ç`»uH÷q§9$# `ÏB ;Nâq»xÿs? ( ÆìÅ_ö$$sù uŽ|Çt7ø9$# ö@yd 3ts? `ÏB 9qäÜèù ÇÌÈ  
“yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, Adakah kamu Lihat sesuatu yang tidak seimbang?”
a)      Isi kandungan :
1)      Allah telah menciptakan langit berlapis-lapis
2)      Allah tidak akan menciptakan sesuatu yang tidak seimbang pada penciptaannya.
b)      Esensi
Orang-orang yang bertakwa senantiasa berusaha mengenal Allah lewat perenungan pada penciptaan-Nya di seluruh alam semsta ini sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya.


[1] Jumantoro, Totok dan Samsul munir Amin. 2005. Kamus Ilmu Tasawuf. Wonosobo: Amzah. Hlm 13
[2] Jumantoro, Totok dan Samsul munir Amin. 2005. Kamus Ilmu Tasawuf. Wonosobo: Amzah. Hlm 13
[3] Amin Syukur. Zuhud Di Abad Modern. Pustaka Pelajar. Hlm. 1
[4] Imam ahmad bin hambal. Az-Zuhd. (Dar Ar-Rayyan Lit-Turats Cairo) Hlm.28
[5] Ibnu Qayyim Al-jauziyah. 1998. Madarijus Salikin. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. Hlm. 147
 


BAB III

PENUTUP
A.     Kesimpulan
Menurut Harun Nasution ma’rifat adalah mengetahui Tuhan dari dekat, sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan.  Menurut sebagian ulama, ma’rifat adalah sifat orang-orang yang mengenal Allah dengan nama-nama dan sifat-sifat-Nya, kemudian ia membenarkan Allah dengan melaksanakan ajarqnnya dalam segala perbuatan. Ia membersihkan dirinya dari akhlak yang rendak dan dosa-dosa, kemudian berdiri mengetuk pintu Allah. Dengan hati yang konsisten dan istiqomah, dia beri’tikaf untuk menjauhi dosa-dosa, sehingga ia memperoleh sambutan Allah yang indah, Allah membimbing dalam semua keadaannya, maka terputuslah gelora napsu dari dirinya dan hatinya dan tidak pernah terdorong lagi untuk melakukan selain ini.
Para ulama sudah bersepakat bahwa zuhud itu  merupakan perjalanan hati dari kampung dunia dan menempatkannya di akhirat. Zuhud ini ada enam macam yaitu Harta, rupa ,kekuasaan, manusia, nafsu, dan hal-hal selain Allah. Dan seseorang itu tidak layak mendapat sebuah zuhud kecuali menghindari enam macam tersebut. Yang paling baik dari pengertian zuhud dan yang paling menyeluruh adalah seperti yang dikatakan Al-hasan,”zuhud di dunia bukan berarti mengharamkan yang halal dan menyia-nyiakan harta, tetapi jika engkau lebih meyakini apa yang ada di tangan Allah dari pada apa yang ada di tanganmu, dan jika ada musibah yang menimpamu, maka pahala atas musibah itu lebih engkau sukai daripada engkau tidak di timpa musibah sama sekali.


DAFTAR PUSTAKA
Amin Syukur.
(Tahun) Zuhud Di Abad Modern. Pustaka Pelajar.
Imam ahmad bin hambal.
(Tahun) Az-Zuhd. (Dar Ar-Rayyan Lit-Turats Cairo)
Jumantoro, Totok dan Samsul Munir Amin
(2005)  Kamus Ilmu Tasawuf. Wonosobo: Amzah.
Ibnu Qayyim Al-jauziyah.
(1998) Madarijus Salikin. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
 

1 komentar:

  1. The Top 5 Best Baccarat In India | FBCasino
    The Top 5 Best Baccarat In India. Online casino is one of the easiest ways for players to enjoy the game of table 바카라 게임 games like Blackjack, Poker,

    BalasHapus