KENAKALAN
REMAJA
(Penyimpangan
Seksual)
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Remaja adalah masa peralihan diantara
masa kanak-kanak dan masa dewasa dimana anak-anak mengalami pertumbuhan cepat
disegala bidang. Mereka bukan lagi kanak-kanak, baik bentuk badan, sikap, cara
berpikir dan bertindak tetapi bukan pula orang dewasa yang telah matang. Ia
sedang mencari pola hidup yang paling sesuai baginya dan inipun sering
dilakukan melalui metode coba-coba walaupun melalui banyak kesalahan.[1]
Dengan berkembangnya teknologi pada masa
ini menimbulkan banyaknya kenakalan-kenakalan khususnya dikalangan remaja.
Kesalahan yang dilakukannya sering menimbulkan kekhawatiran serta perasaan yang
tidak menyenangkan bagi lingkungannya. Kesalahan yang diperbuat para remaja
hanya akan menyenangkan teman sebayanya. Hal ini karena mereka semua memang
sama-sama masih dalam mencari identitas diri. Kesalahan-kesalahan yang
menimbulkan kekesalan lingkungan inilah yang sering disebut sebagai kenakalan
remaja.
Dewasa ini kenakalan remaja yang terjadi
diakibatkan karena kemerosotan moral yang semakin melanda dikalangan sebagian
pemuda pemudi kita. Dalam surat kabar sering kali kita membaca berita tentang
perkelahian pelajar, penyebaran narkotika, pemakaian obat bius, dan maraknya
kasus sex bebas diantaranya meningkatnya kasus-kasus kehamilan dikalangan
remaja putri dan penyimpangan sex yang diantaranya kasus LGBT (Lesbian, Gay,
Bisex dan Transgender). Hal tersebut merupakan suatu masalah yang dihadapi
masyarakat yang kini semakin marak, oleh karena itu masalah kenakalan remaja
yang seharusnya mendapatkan perhatian yang serius dan terfokus untuk
mengarahkan remaja kearah yang lebih positif. Dengan demikian makalah ini akan
mengangkat judul “LGBT Bagian Dari Kenakalan Remaja”.
B.
Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah penulis
kemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskannya dalam bentuk pertanyaan
berikut :
1.
Apa Pengertian Kenakalan Remaja?
2.
Apa Saja Macam-Macam dari Kenakalan Remaja?
3.
Bagaimana Hasil Penelitian Tentang LGBT?
C.
Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penyusunan karya tulis ini adalah
sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui latarbelakang Kenakalan Remaja khususnya LGBT
2.
Untuk mengetahui dunia LGBT secara langsung
3.
Untuk menghasilkan teori serta solusi bagaimana cara menghadapi
LGBT
D.
Metode Penulisan
Dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan metode “bibiliografi”
atau metode “kepustakaan” serta melakukan observasi langsung kelapangan dengan
menelusuri literature yang ada serta menelaahnya secara tekun dalam mengerjakan
sebuah penelitian. Dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Langkah pertama : Mengumpulkan bahan-bahan yang
berkaitan dengan
bahasan
(collecting of fact date)
Langkah kedua : Mengklasifikasikan data atau bahan (classification of fact
date)
Langkah ketiga : Menganalisa bahan-bahan yang ada
kemudian membuat
kesimpulan
(analitic of fact date)
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Kenakalan Remaja
Remaja disebut juga pubertas yang berasal dari bahsa latin yang
berarti “usia menjadi orang” suatu periode dimana anak dipersiapkan untuk
menjadi individu yang dapat melaksanakan tugas biologis berupa melanjutkan
keturunannya atau berkembangbiak.[2]
Adapun kenakalan remaja sebagaimana para ahli :
Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kenakalan dengan kata
dasar nakal adalah suka berbuat tidak baik, suka mengganggu, dan suka tidak
menurut. Sedangkan kenakalan adalah perbuatan nakal, perbuatan tidak baik dan
bersifat mengganggu ketenangan orang lain,
tingkah laku yang melanggar norma kehidupan masyarakat.[3]
Istilah kenakalan remaja merupakan kata lain dari kenakalan anak
yang terjemahan dari “ juvenile delin quency”.[4]
Kata juvenile berasal dari bahasa Latin “juvenilis” yang artinya anak-anak,
anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode
remaja. Sedangkan kata delinquent juga berasal dari bahasa Latin “delinquere”
yang artinya terabaikan, mengabaikan yang kemudian diperluas artinya menjadi
jahat, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau, penteror, tidak
dapat diperbaiki lagi, durjana dan dursila.[5]
Pengertian juvenile delinquent secara terminology, banyak para
tokoh-tokoh yang mendefinisikannya. Menurut Drs. B. Simanjutak S.H, pengertian
juvenile delin quency ialah suatu perbuatan yang disebut delinquent apabila
perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam
masyarakat dimana ia hidup.[6]
Menurut ahli psikologi Drs. Bimo Walgito, merumuskan arti
selengkapnya dari “juvenile delin quency” yakni tiap perbuatan, yang jika
perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu merupakan
kejahatan, jadi merupakan perbuatan melawan hukum jika dilakukan oleh anak,
khususnya anak remaja.[7]
Menurut Dr. Fuad Hasan, merumuskan definisi “juvenile delinquency”
sebagai berikut perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak remaja yang bila
mana dilakukan oleh orang-orang dewasa akan dikualifikasikan sebagai tindakan kejahatan.[8]
Menurut Drs. H.M. Arifin, M.Ed, mendefinisikan bahwa kenakalan
remaja (juvenile delinquency) adalah tingkah laku atau perbuatan yang berlawanan
dengan hukum yang berlaku yang dilakukan oleh anak-anak antara umur 10 tahun
sampai umur 18 tahun. Perbuatan yang dilakukan oleh anak-anak dibawah usia 10
tahun dan dibawah usia 18 tahun, dengan sendirinya tidak dikategorikan dalam
apa yang disebut kenakalan (delinquency).[9]
Sedangkan menurut M. Gold dan J. Petronio mendefinisikan kenakalan
remaja adalah tindakan seseorang yang belum dewasa yang sengaja melanggar hukum
dan yang diketahui oleh anak itu sendiri bahwa jika perbuatannya itu sempat
diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.[10]
Dari definisi yang dipaparkan oleh para tokoh diatas dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan kenakalan remaja atau anak (juvenile delinquency)
adalah perbuatan atau tingkah laku melawan norma-norma yang ada di lingkungan
kehidupan remaja atau anak yang berusia 10 sampai 18 tahun dan jika
perbuatannya itu sempat diketahui oleh petugas hukum ia bisa dikenai hukuman.
B.
Macam-Macam Kenakalan Remaja
Menurut Adler (1952) ciri-ciri kenakalan remaja adalah sebagai
berikut[11]:
1.
Kebut-kebutan dijalanan yang mengganggu keamananlalu lintas dan
membahayakan diri sendiri serta orang lain.
2.
Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengacaukan
ketentraman masyarakat sekitar.
3.
Perkelahian antar gang, antar kelompok, antar sekolah, antar suku,
sehingga terkadang membawa korban jiwa.
4.
Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan atau
bersembunyi ditempat-tempat terpencil.
5.
Kriminalitas anak remaja dan adolesons seperti: memeras, mencuri,
mengancam dan intimidasi.
Adapun menurut Drs. Wiryo Setiana M.Si., perilaku menyimpang remaja
sering kali merupakan gambaran dari kepribadian anti sosial atau gangguan
tingkah laku remaja, yang ditandai dengan kriteria gejala-gejala berikut ini[12]:
1.
Sering membolos
2.
Terlibat kenakalan remaja (tawuran )
3.
Di skors dari sekolah karena berkelakuan buruk
4.
Sering lari dari rumah (minggat) dan bermalam di luar rumahnya
5.
Selalu bohong
6.
Free sexs
7.
Penyalahgunaan narkoba
8.
Mencuri dan lain-lain
C.
Faktor-Faktor Kenakalan Remaja
Perilaku “nakal” yang dimiliki oleh anak remaja ataupun siswa bisa
disebabkan oleh faktor dari anak itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar
(eksternal). B. Simanjutak menyebutkan sebab-sebab terjadinya kenakalan remaja
dari faktor internal sebagai berikut[13]:
1.
Faktor internal
a)
Cacat keturunan yang bersifat biologis- psikis
b)
Pembawaan yang negatif yang mengarah ke perbuatan nakal
c)
Ketidak seimbangan pemenuhan kebutuhan pokok dengan keinginan. Hal
ini menimbulkan frustasi dan ketegangan
d)
Lemahnya kontrol diri serta persepsi sosial
e)
Ketidak mampuan penyesuaian diri terhadap perubahan lingkungan yang
baik dan kreatif
f)
Tidak ada kegemaran, tidak memiliki hobi yang sehat
g)
Masalah yang dipendam
2.
Faktor eksternal
Kemungkinan
kenakalan remaja bukan karena murini dari dalam diri remaja itu sendirim tetapi
mungkin kenakalan itu merupakan efek samping dari hal-hal yang tidak dapat
ditanggulangi oleh remaja dalam keluarganya. Bahkan orang tua sendiri pun tidak
mampu mengatasinya, akibatnya remaja menjadi korban dari keadaan keluarga
tersebut. Faktor-faktor terjadinya kenakalan remaja, menurut Turner dan Helms
antara lain berikut ini[14]:
a)
Masalah yang datang dari lingkungan keluarga yang berantakan
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan paling utama dalam
membentuk jiwa dan kepribadian anak. Keluarga yang baik tentu akan sangat
menguntungkan bagi pembentukan jiwa dan kepribadian, sementara keadaan keluarga
yang jelek yang akan sangat tidak menguntungkan bagi pembentukan jiwa dan
kepribadian anak. Kedaan keluarga yang memberi efek negatif bagi pembentukan
dan perkembangan pribadi anak, biasanya adalah disintegrasi di dalam keluarga, yang
dapat disebabkan oleh:
1)
broken home : struktur keluarga yang tak lengkap, seperti ada yang
meninggal dunia, bercerai atau ada yang tidak bisa hadir di tengah keluarga
dalam rentang waktu yang cukup panjang.
2)
quasi broken home; kedua orang tua yang terlalu sibuk dengan tugas
dan pekerjaannya, sehingga kesempatan memperhatikan anak sangatlah kurang.
Pada dua penyebab di atas, perbuatan deliquent dapat muncul yang
dilatar belakangi oleh tidak diterimanya kasih sayang yang penuh oleh sang
anak, sehingga dia menyalurkan keinginan tersebut dengan berbagai cara dan
kesempatan, manakala itu juga tidak terpuaskan, maka ia akan mewujudkannya
dalam bentuk tindakan lain, yang kadang kala termasuk dalam perbuatan deliquent
yang merugikan.
b)
Masalah yang datang dari Lembaga Pendidikan Formal Secara umum
Upaya yang dilakukan oleh sekolah yakni adalah dalam rangka
membentuk kepribadian yang utuh bagi para peserta didiknya, namun tidaklah
dapat dimungkiri di sekolah juga sering dapat menbentuk anak (tentu relatif
kecil) untuk menjadi delikuen. Hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya
deliquent bagi peserta didik, adalah :
1)
Pengaruh Teman
Dalam keseharian anak senantiasa berinteraksi dengan teman
temannya, dan karena memang tidak semua anak yang berada di sekolah sudah baik
perilakunya, sehingga hal yang tidak dapat dimungkiri sering akan membawa
pengaruh negatif bagi kepribadian anak. Besarnya pengaruh teman ini dapat
dibuktikan dengan adanya perilaku seperti rasa senasib sepenanggungan yang
diakui tingkat solidaritasnya sangat tinggi, namun berkembang ke arah negatif
dan deliquent, yaitu rasa solider “membela teman” yang berkembang ke arah
pembelaan yang tidak mau melihat yang “salah”, maka terjadilah fenomena baru
saling keroyok antar kelompok di suatu sekolah dan bahkan antar sekolah. Dan
bahkan bisa menimbulkan gejala distorsi moral lainnya seperti perilaku terlalu
bebas, sangat berani membantah, tidak tetap pendirian dan bahkan mudah putus
asa.
2)
Tindakan tenaga pendidik
Tidak dapat dimungkiri ditengah sekian banyak pendidik yang
profesional, ada segelintir pendidik yang tidak/ belum profesional, yang
tindakan kadang kala dapat membuat anak putus asa, seperti menghukum tidak
didasarkan atas dasar pandangan “harus mendidik”, memperlakukan anak yang
bersalah seperti seorang pesakitan, jarang masuk mengajar dan lain sebagainya,
akan mengundang jiwa anak untuk menantang dan melanggar disiplin yang berlaku,
dan ini kalau tidak teratasi dengan cepat bisa mengarah dan berkembang ke
tindakan-tindakan deliquent.
3)
Lingkungan sekolah
Keadaan lingkungan sekolah yang kurang nyaman, ditambah lagi dengan
kegiatan yang sangat padat tapi tidak dikemas dalam bentuk menyenangkan,
menyebabkan anak merasa tidak betah bahkan merasa tidak aman berada di sekolah,
ini sering menyebabkan anak mau secepatnya tidak berada di sekolah, yang
menyebabkan terjadinya anak membolos yang akhirnya dapat mengundang tindakan
deliquency.
c)
Masalah yang datang dari Masyarakat
Perkembangan iptek dan kemodernan tata kehidupan, telah memberi
pengarus pada akselarasi perubahan sosial, yang ditandai dengan berbagai
peristiwa yang dapat menimbulkan ketegangan jiwa, seperti persaingan
perekonomian, ketenaga kerjaan, berita media massa, ketimpangan sosial dan
lain-lain. Ketegangan-ketegangan yang terjadi di masyarakat, akan banyak mempengaruhi
kejiwaan para remaja, seperti adanya yang merasa rendah diri atau direndahkan,
dan sebagainya yang mengundang lahirnya tindakan-tindakan deliquent.
Berbagai wujud tindakan deliquent yang sering dilakukan oleh para
remaja, antara lain: kejahatan dengan kekerasan, pembunuhan, pencurian,
penggelapan, penipuan, pemerasan, gelandangan, penggunaan narkoba, dan lain
sebagainya.
d)
Dasar-dasar agama yang kurang
Hal ini terkadang tidak terlalu diperhatikan oleh orang tua yang sibuk
dengan segala usaha dan kegiatan mereka dan juga oleh pihak sekolah terkadang
kurang memperhatikan hal ini. karena jika remaja tidak mendapat pendidikan
agama yang baik mereka akan jauh dari Tuhan dan pasti tingkah laku mereka akan
sembarangan.
e)
Tidak adanya media penyalur bakat dan hobinya
Masa remaja merupakan masa
dimana mereka mulai menyalurkan berbagai bakat dan potensi yang mereka miliki
dan terkadang media atau tempat untuk
mereka menyalurkan bakat mereka,tidak tersedia dan akhirnya yang mereka lakukan
adalah mencari kesenangan sendiri dan lebih suka hura-hura daripada duduk
tenang dirumah atau belajar.
f)
Kebebasan yang berlebihan
Ada orang tua yang dalam mendidik anak mereka menerapkan pola asuh
yang demokratis yang berlebihan sehingga anak menjadi yang keras kepala dan
sering memaksakan kehendaknya kepada orang tua dan pola asuh seperti ini akan
berakibat buruk pada anak.
D.
Hasil Penelitian
Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai kenakalan remaja tetapi dalam makalah ini
penulis mengangkat permasalahan kenakalan remaja mengenai LGBT.
1.
Sejarah LGBT
Sebelum revolusi seksual pada tahun 1960-an,tidak ada kosakata
non-peyoratifuntuk menyebut kaum yang bukan heteroseksual. Istilah terdekat, “gender
ketiga”, telah ada sejak tahun 1860-an, tetapi tidak banyak disetujui. Istilah
pertama yang digunakan, “Homoseksual”, dikatakan mengandung konotasi negatif
dan cenderung digantikan oleh “homofil” pada era 1950-an dan 1960-an, dan lalu gay
pada tahun 1970-an. Frase “gay dan lesbian” menjadi lebih umum
setelah identitas kaum lesbian semakin terbentuk. pada tahun 1970, Daughaters
of Bilitis menjadikan isu feminismeatau hak kaum gay sebagai prioritas. Maka,
karena kesetaraan didahulukan, perbedaan peran antar laki-laki dan perempuan
dipandang bersifat patriarkal oleh feminis lesbian. Banyak feminis lesbian yang
menolak bekerja sama dengan kaum gay. Lesbian yang lebih berpandangan
esensialis merasa bahwa pendapat feminis lesbian yang separatis dan beramarah itu
merugikan hak-hak kaum gay.
Selanjutnya, kaum biseksual dan trans gender juga meminta pengakuan
dalam komunitas yang lebih besar. Setelah euforia kerusuhan stone wall mereda,
dimulai dari akhir 1970-an dan awal 1980-an, terjadi perubahan pandangan beberapa
gay dan lesbian menjadi kurang menerima kaum biseksual dan trans gender. Kaum
trans gender dituduh terlalu banyak membuat stereotip dan biseksual hanyalah
gay dan lesbian yang takut untuk mengakui seksual dan identitas mereka. Setiap
komunitas yang disebut dengan akronim LGBT telah berjuang untuk mengembangkan
identiasnya masing-masing, seperti apakah, dan bagaimana bersekutu dengan
komunitas lain; konflik tersebut terus berlanjut hingga kini.
Akronim LGBT kadang-kadang digunakan di Amerika Serikat dimulai
dari sekitar tahun 1988. Baru pada tahun 1990-an istilah ini banyak digunakan.
Meskipun komunitas LGBT menuai kontroversi mengenai penerimaan universal atau
kelompok anggota yang berbeda (biseksual dan trans gender kadang-kadang
dipinggirkan komunitas LGBT), istilah ini dipandang positif. Secara keseluruhan, penggunaaan istilah LGBT
telah membantu mengantarkan orang-orang yang terpinggirkan ke komunitas umum.[15]
Adapun sejarah LGBT dalam agama Islam telah ada sejak zaman Nabi
Luth. Nabi Luth adalah anak dari saudara Nabi Ibrahim a.s. yaitu Hasan bin Tareh. Nabi Luth diutus sebagai rasul kepada satu kaum
yang mendiami sepanjang timur laut (Dari Israel – Yordania), Laut Mati. Ibukota
Sodom terletak di Utara Basin Laut Mati. Hampir
keseluruhan kaum ini melakukan hubungan kelamin sesama sejenis yaitu lelaki
dengan lelaki dan meninggalkan perempuan. Perbuatan ini merupakan sesuatu
penyelewengan fitrah yang amat buruk. Nabi Luth telah menyeru mereka untuk
menghentikan perbuatan tersebut disamping menyampaikan seruan-seruan Allah,
tetapi mereka mengabaikannya dan malah mereka mengingkari kenabiannya.
Akhirnya, kaum Nabi Luth dimusnahkan dengan bencana yang sangat mengerikan dan
dahsyat. Kejadian ini berlaku pada kira-kira tahun 1800 sebelum Masehi.
Di dalam kitab Al-Quran menceritakan kisah Nabi Luth yang menasehati kepada
kaumnya seperti mana dalam Surah Asy-Syuara;
“Kaum Luth telah mendustakan para Rasul” (160) “Ketika saudara mereka
Luth berkata kepada mereka,”Mengapa kamu tidak bertakwa?” (161) “Sungguh, aku
ini seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,” (162) “Maka bertakwalah
kepada Allah dan taatlah kepadaku,” (163) ”Dan aku tidak meminta upah kepadamu
atas ajakan itu, upahku hanyalah dari Tuhan seluruh alam” (164) “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki
(Homoseks) di antara manusia,” (165) “Dan kamu tinggalkan (perempuan) yang
diciptakan Tuhan untuk dijadikan sebagai isteri kamu? Kamu memang orang-orang
yang melampaui batas,” (166) ” Mereka menjawab, ” Wahai Luth! Jika engkau tidak
berhenti, engkau termasuk orang-orang yang terusir,” (167) ”Dia (Luth) berkata,
“Aku sungguh benci kepada perbuatanmu”(168).
Kaum Luth telah mengancam Nabi Luth dan membencinya karena mengajak kaumnya
beriman. Ayat seterusnya dalam kitab Al-quran dikisahkan dalam Surah Al-Araf:
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah )
tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan
faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini)
sebelummu?” Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melampiaskan nafsumu
(kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui
batas. Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan
para pengikutnya) dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang
berpura-pura mensucikan diri .” (QS. Al A’raaf, 7: 80-82)
Nabi Luth diutuskan oleh Allah kepada rakyat sodom. Masyarakat Sodom adalah masyarakat yang rendah paras moralnya dan rusak akhlaknya. Masyarakat Sodom tidak mempunyai pegangan agama atau nilai kemanusiaan
yang beradab. Maksiat dan kemungkaran merajalela dalam pergaulan hidup mereka. Pencurian dan perampasan harta milik merupakan kejadian sehari-hari di mana yang kuat berkuasa sedang
yang lemah menjadi korban penindasan dan perlakuan sewenang-wenang. Maksiat yang paling menonjol yang menjadi ciri khas hidup mereka adalah perbuatan homoseksual (liwat) di kalangan lelakinya dan lesbian di kalangan wanitanya. Kedua
jenis kemungkaran ini begitu merajalela di dalam masyarakat sehingga menjadi
suatu kebudayaan bagi kaum Sodom.
Seorang pendatang yang masuk ke Sodom tidak akan selamat dari diganggu oleh
mereka. Jika ia membawa barang-barang yang berharga maka dirampaslah
barang-barangnya, jika ia melawan atau menolak menyerahkannya maka nyawanya
tidak akan selamat. Akan tetapi jika pendatang itu seorang lelaki yang bermuka
tampan dan berparas elok maka ia akan menjadi rebutan di antara mereka dan akan
menjadi korban perbuatan keji lelakinya dan sebaliknya jika si pendatang itu
seorang perempuan muda maka ia menjadi mangsa bagi pihak wanitanya pula.
Kepada masyarakat yang sudah sedemikian rupa keruntuhan moralnya dan sedemikian paras
penyakit sosialnya diutuslah nabi Luth sebagai pesuruh dan Rasul-Nya untuk
mengangkat mereka dari lembah kenistaan dan kesesatan serta membawa
mereka alam yang bersih, bermoral dan berakhlak mulia. Nabi Luth mengajak
mereka beriman dan beribadah kepada Allah meninggalkan kebiasaan mungkar menjauhkan diri dari perbuatan maksiat dan
kejahatan yang diilhamkan oleh iblis dan syaitan. Ia memberi penerangan kepada mereka bahwa Allah telah menciptakan mereka
dan alam sekitar mereka tidak meridhai amal perbuatan mereka yang mendekati
sifat dan tabiat binatang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan
bahwa Allah akan memberi ganjaran setimpal dengan amal kebajikan mereka. Yang
berbuat baik dan beramal soleh akan diganjar dengan syurga di akhirat sedang
yang melakukan perbuatan mungkar akan di balaskannya dengan memasukkannya ke
dalam neraka Jahanam.
Nabi Luth berseru kepada mereka agar meninggalkan adat kebiasaan yaitu
melakukan perbuatan homoseksual dan lesbian. Luth menyatakan perbuatan itu
bertentangan dengan fitrah dan hati nurani manusia serta menyalahi hikmah yang terkandung di dalam
penciptaan manusia menjadi dua jenis yaitu lelaki dan wanita. Juga kepada mereka di beri
nasihat dan diajukan supaya menghormati hak dan milik masing-masing dengan
meninggalkan perbuatan perampasan, perompakan serta pencurian yang selalu
mereka lakukan di antara sesama mereka dan terutama kepada pengunjung yang
datang ke Sodom. Diterangkan bahwa perbuatan-perbuatan itu akan merugikan
mereka sendiri, karena perbuatan itu akan menimbulkan kekacauan dan
ketidakamanan di dalam negeri sehingga masing-masing dari mereka tidak merasa
aman dan tenteram dalam hidupnya.
Demikianlah Nabi Luth, melaksanakan dakwahnya sesuai dengan tugas
risalahnya. Ia tidak henti-henti menggunakan setiap kesempatan dan dalam tiap
pertemuan dengan kaumnya secara berkelompok atau secara perseorangan mengajak
agar mereka beriman dan percaya kepada Allah dan menyembah-Nya. Diajaknya Luth
terhadap kaumnya untuk melakukan amal soleh dan meninggalkan perbuatan maksiat
dan mungkar. Akan tetapi keruntuhan moral dan kerusakan akhlak sudah hidup lama
di dalam pergaulan sosial mereka dan pengaruh hawa nafsu dan penyesatan syaitan sudah begitu kuat menguasai tindak-tanduk mereka, maka dakwah dan ajakan
Nabi Luth yang dilaksanakan dengan kesabaran dan ketekunan tidak mendapat
tempat di dalam hati dan pikiran mereka, tersumbat rapat dengan ajaran -ajaran
syaitan dan iblis.
Akhirnya kaum Luth merasa kesal hati mendengar dakwah dan nasihat-nasihat Nabi Luth yang tidak putus-putus itu dan minta agar ia
menghentikan aksi dakwahnya atau menghadapi pengusir dirinya dari sodom bersama
semua keluarganya. Dari pihak Nabi Luth pun sudah tidak ada harapan lagi
masyarakat Sodom dapat terangkat dari lembah kesesatan dan keruntuhan moral
mereka dan bahwa meneruskan dakwah kepada mereka yang sudah buta-tuli hati dan
pikiran serta sia-sia. Obat satu-satunya, menurut pikiran Nabi Luth untuk
mencegah penyakit akhlak itu yang sudah parah itu menular kepada
tetangga-tetangga dekatnya, ialah dengan membasmi mereka dari atas bumi sebagai
pembalasan terhadap kekeras kepalaan mereka juga untuk menjadi pengajaran
umat-umat disekelilingnya. Beliau memohon kepada Allah agar kepada kaumnya
masyarakat Sadum diberi azab di dunia sebelum azab yang menanti mereka di akhirat kelak.
Dengan demikian kisah Nabi Luth terdapat dalam Al-quran diantaranya pada 85
ayat dalam 12 surah diantaranya Surah Al-Anbiyaa ayat 74 dan 75, Surah Asy-Syu’ara ayat 160 sehingga ayat 175 , Surah Hud ayat 77 sehingga ayat 83 , Surah Al-Qamar ayat 33 sehingga 39 dan surah At-Tahrim ayat 10 yang mengisahkan isteri Nabi Luth yang mengkhianati suaminya.
2.
Pengertian LGBT
a)
Lesbian
LGBT menurut pandangan agama Islam, sebagian besar ulama
menjelaskan tentang hukuman Allah SWT terhadap para wanita kaum Luth bersamaan
dengan para lelaki mereka, yaitu ketika mereka merasa cukup dengan lelaki, maka
hukumannya pun telah diketahui, tidaklah samar bagi seorang pun. Sesuia dengan
firman Allah SWT:
“Maka tatkala dengan azab Kami, Kami jadikan kaum Luth itu yang
diatas kebawah (Kami balikan) dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah
yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan
itu tiadalah jauh dari orang-orang yang dzalim” (Qs. Hud: 82-83).
Bila ditelusuri secara dramatikal, tidak ada perbedaan penggunaan
kata antara homoseksual dengan lesbian. Dalam bahasa Arab keduanya dinamakan
al-liwath. Pelakunya dinamakan al-luthiy namun. Imam al-mawardi dalam kitabnya
al-Hawi al-Kabir menyebut homoseksual dengan liwath dan lesbian dengan sihaq
atau musaahaqoh. Imam al-mawardi berkata, “ penetapan hukum haramnya praktik
homoseksual menjadi ijma dan itu diperkuat oleh nas-nas al-quran dan
al-hadits”.
b)
Gay
LGBT menurut pandangan agama Islam, diantaranya gay
adalah salah satu penyelewengan seksual, karena menyalahi sunnah Allah, dan
menyalahi fitrah makhluk ciptaanNya. Lebih kurang empat belas abad yang lalu,
al-Qur’an telah memperingatkan umat manusia ini, supaya tidak mengulangi perbuatan
kaum Nabi Luth. Allah Swt berfirman:
“Mengapa kamu mendatangi jenis
lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh
Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas,” (QS. Asy
Syu’ara: 165-166).
Setelah Rasulullah menerima wahyu tentang berita kaum
Luth yang mendapat kutukan dari Allah dan merasakan azab yang diturunkanNya,
maka beliau merasa khawatir sekiranya peristiwa itu terulang kembali kepada
umat di masa beliau dan sesudahnya. Sebuah kemaksiatan yang menjijikkan
daripada zina atau seks bebas.
Rasulullah bersabda, “Sesuatu yang paling saya takuti
terjadi atas kamu adalah perbuatan kaum Luth dan dilaknat orang yang memperbuat
seperti perbuatan mereka itu, Nabi mengulangnya sampai tiga kali, “Allah
melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth; Allah melaknat orang
yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth; Allah melaknat orang yang berbuat
seperti perbuatan kaum Luth,” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi dan Al Hakim).
c) Biseksual
Biseksualitas merupakan
ketertarikan romantis, ketertarikan seksual, atau kebiasaan seksual kepada pria
maupun wanita. Istilah ini umumnya digunakan dalam konteks ketertarikan manusia
untuk menunjukkan perasaan romantis atau seksual kepada pria maupun wanita
sekaligus. Istilah ini juga didefinisikan sebagai meliputi ketertarikan
romantis atau seksual pada semua jenis identitas gender atau pada seseorang
tanpa mempedulikan jenis kelamin atau gender biologis orang tersebut, yang
terkadang disebut panseksualitas.
Semua perbuatan LGBT adalah maksiat
dan haram, tak ada satu pun yang dihalalkan dalam agama Islam. Biseksual adalah
perbuatan zina jika dilakukan dengan lawan jenis dan sesama jenis. Jika
dilakukan dengan sesama jenis, tergolong homoseksual jika dilakukan di antara
sesama laki-laki, dan tergolong lesbianisme jika dilakukan di antara sesama
wanita.
LGBT dalam Islam, hukumannya
disesuaikan dengan perbuatannya. Jika tergolong zina, hukumnya rajam (dilempar
batu sampai mati) jika pelakunya muhshan (sudah menikah) dan dicambuk seratus
kali jika pelakunya bukan muhshan. Jika tergolong homoseksual, hukumannya
hukuman mati. Jika tergolong lesbian, hukumannya ta’zir.
d) Transgender
Pada dasarnya Allah menciptakan
manusia ini dalam dua jenis saja, yaitu laki-laki dan perempuan, sebagaimana
firman Allah SWT:
”Dan Dia (Allah) menciptakan
dua pasang dari jenis laki-laki dan perempuan,” (QS. An Najm: 45).
“Wahai manusia Kami menciptakan
kamu yang terdiri dari laki-laki dan perempuan,” (QS. Al Hujurat: 13).
Kedua ayat di atas, dan ayat-ayat
Al Quran lainnya menunjukkan bahwa manusia di dunia ini hanya terdiri dari dua
jenis saja, laki-laki dan perempuan, dan tidak ada jenis lainnya. Namun kenyataannya,
seseorang tidak mempunyai status yang jelas, bukan laki-laki dan bukan
perempuan. Jika penggantian kelamin dilakukan oleh seseorang dengan tujuan
tabdil dan taghyir (mengubah-ubah ciptaan Allah), maka identitasnya sama dengan
sebelum operasi dan tidak berubah dari segi hukum. Dari segi waris seorang
wanita yang melakukan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak akan
menerima bagian warisan pria (dua kali bagian wanita) demikian juga sebaliknya.
Dengan demikian LGBT menurut
pandangan agama Islam pada umumnya menyamakan perbuatan homoseksual dengan
perbuatan zina. Karena itu, segala implikasi hukum yang berlaku pada zina juga
berlaku pada kasus homoseksual. Bahkan pembuktian hukum pun mengacu pada
kasus-kasus yang terjadi pada zina. Sementara operasi kelamin yang dilakukan
pada seorang yang mengalami kelainan kelamin (misalnya berkelamin ganda) dengan
tujuan tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan sesuai dengan
hukum akan membuat identitas kelamin tersebut menjadi jelas.[16]
LGBT dikenal juga dengan homoseksual/lesbian
adalah orang yang mencintai dan ingin berhubungan akrab, bahkan ingin berhubungan
intim dengan sesama. Cinta itu mungkin hanya dari satu pihak mungkin pula
berbalsan. Hal ini terjadi pada masa mereka yang hidup terpencil, tak mungkin
berhubungan seks lain tetapi dapat pula karena kurang pendidikan minat dan rasa
cinta yang wajar, serta adanya perasaan tertekan yang berlarut-larut, tidak
senang pada seks lain. Atas perbuatan itu ia merasa berdosa, bersalah, makin
meliputi dirinya sering mengalami perasaan ingin mati, kadang mereka melakukan
bunuh diri.[17]
Adapun menurut Kartini Kartono dalam Psikologi
Anak dijelaskan bahwa homoseksual berasal dari kata homo yang berarti manusia;
seksual yang berarti perkelaminan, kecenderungan/ dorongan perkelaminan.
Homofili; philos artinya mencintai; homophiel, homofil artinya kecenderungan
seksual/ perkelaminan pada jenis kelamin yang sama. Maka homoseksualitas
artinya relasi seksual diantara dua orang dari jenis kelamin yang sama.[18]
3.
Faktor-faktor Penyebab LGBT
Terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan seseorang itu cenderung untuk
menjadi bagian dari LGBT antaranya adalah:
a)
Keluarga
Pengalaman atau trauma di masa anak-anak misalnya: Dikasari oleh ibu/ayah hingga si anak beranggapan semua
pria/perempuan bersikap kasar, bengis dan panas bara yang memungkinkan si anak
merasa benci pada orang itu. Predominan dalam pemilihan identitas yaitu melalui
hubungan kekeluargaan yang renggang. Bagi seorang lesbian misalnya, pengalaman
atau trauma yang dirasakan oleh para wanita dari saat anak-anak akibat
kekerasan yang dilakukan oleh para pria yaitu bapa, kakaknya maupun saudara
laki-lakinya. Kekerasan yang dialami dari segi fisik, mental dan seksual itu
membuat seorang wanita itu bersikap benci terhadap semua pria.[19]
Selain itu, bagi golongan transgender faktor lain yang menyebabkan seseorang
itu berlaku kecelaruan gender adalah sikap orang tua yang idamkan anak
laki-laki atau perempuan juga akan mengakibatkan seorang anak itu cenderung
kepada apa yang diidamkan.
Kebiasaan pergaulan dan lingkungan menjadi faktor terbesar
menyumbang kepada kekacauan seksual ini yang mana salah seorang anggota
keluarga tidak menunjukkan kasih sayang dan sikap orang tua yang merasakan
penjelasan tentang seks adalah suatu yang tabu.[20]
Keluarga yang terlalu mengekang anaknya. Bapak yang kurang menunjukkan
kasih sayang kepada anaknya. Hubungan yang terlalu dekat dengan ibu sementara
renggang dengan bapak. Kurang menerima pendidikan agama yang benar dari kecil.
Selain itu, pergaulan dan lingkungan anak ketika berada di sekolah berasrama
yang berpisah antara laki-laki dan perempuan turut mengundang terjadinya
hubungan gay dan lesbian.
c)
Biologis
Penelitian telah pun dibuat apakah itu terkait dengan genetika,
ras, ataupun hormon. Seorang homoseksual memiliki kecenderungan untuk melakukan
homoseksual karena mendapat dorongan dari dalam tubuh yang sifatnya menurun/genetik.
Penyimpangan faktor genetika dapat diterapi secara moral dan secara religius.[21]
Bagi golongan transgender misalnya, karakter laki-laki dari segi suara, fisik,
gerak gerik dan kecenderungan terhadap wanita banyak dipengaruhi oleh hormon
testeron. Jika hormon testeron seseorang itu rendah, ia bias mempengaruhi
perilaku laki-laki tersebut mirip kepada perempuan.
Di alam medis, pada dasarnya kromosom laki-laki normal adalah XY,
sedangkan perempuan normal pula adalah XX. Bagi beberapa orang laki-laki itu memiliki
genetik XXY. Dalam kondisi ini, laki-laki tersebut memiliki satu lagi kromosom
X sebagai tambahan. Justru, perilakunya agak mirip dengan seorang perempuan.[22]
Golongan homoseksual ini terjadi karena adanya pergeseran
norma-norma susila yang dianut oleh masyarakat, serta semakin menipisnya
kontrol sosial yang ada dalam masyarakat tersebut. Hal ini disebabkan karena
lemahnya iman dan pengendalian hawa nafsu serta karena banyaknya ransangan
seksual. Kerapuhan iman seseorang juga dapat menyebabkan segala kejahatan
terjadi karena iman sajalah yang mampu menjadi benteng paling efektif dalam
mengekang penyimpangan seksual.
Selain itu, kurang pengetahuan dan pemahaman agama juga merupakan
factor internal yang mempengaruhi terjadinya homoseksual. Ini kerana penulis
merasakan didikan agama dan akhlak sangat penting dalam membentuk akal, pribadi
dan pribadi individu itu. Pengetahuan agama memainkan peran yang penting
sebagai benteng pertahanan yang paling ideal dalam mendidik diri sendiri untuk
membedakan yang mana baik dan yang mana yang sebaliknya, haram dan halal dan
lain-lain.[23]
Antara faktor lain
yang penulis peroleh dari data wawancara bersama beberapa individu dari kaum
transgender adalah naluri sendiri sejak kecil. Keinginan untuk berubah menjadi
seorang perempuan timbul sejak masa kecil karena kurang mendapat perhatian dari
kedua orang tua mereka. Sejak umur 13 tahun, mereka sudah mulai hidup mandiri
dengan mengikuti teman-teman sejenis melacur di lorong-lorong. Selain itu
faktor media dan internet juga antara factor yang menyumbang kepada kecelaruan
ini.
Sedangkan dari
hasil penelitian kami bahwa faktor yang mereka rasakan dari LGBT ini awalnya
muncul dari hasrat merasa tertarik dengan wanita dan merasa tidak nervous bertemu
dengan laki-laki dan ada pula yang disebabkan karena bergaul dengan wanita yang
tomboy serta disebabkan oleh faktor pengalaman yang pernah sakit hati oleh
lawan jenis.
4.
Karakteristik LGBT
Dalam pembahasan ini lebih menekankan pada karakteristik lesbi. Untuk
mengetahui wanita disekitar kita atau teman kita lesbian atau tidak, kita bisa
melihat dari tingkah laku atau perbuatan mereka pada teman sesama jenis. Untuk
lebih lengkapnya, berikut karakteristik lesbian:
a.
Jika ada seorang wanita yang mempunyai penampilan
mirip seorang laki-laki, bisa jadi wanita tersebut adalah seorang lesbian.
Namun meskipun begitu, wanita dengan tampilan laki-laki tidak semuanya seorang
lesbian.
b.
Jika ada wanita yang suka memegang,meraba,atau
mencolek bagian tubuh wanita lain seperti dada dan sejenisnya, sudah bisa
dipastikan wanita itu adalah lesbian jika dia sering melakukan hal itu. Bisa
dikatakan begitu karena secara umum hal itu hanya dilakukan oleh kaum pria
saja.
c.
Seandainya ada wanita yang lesbian yang memiliki pacar
laki-laki, wanita ini akan berbeda atau tidak terlalu beromantis ria dengan
pacarnya dan juga mereka akan jarang melakukan kencan.
d.
Karakteristik lainnya dapat dilihat dari cara dia
memperhatikan wanitanya. Jika kebaikannya terlihat berlebihan atau tidak
selayaknya seperti orang teman. Untuk masalah seperti ini biasanya wanita
lesbian akan lebih sering memberi sesuatu yang kalau dilihat dari kemampuan dia
memberi bisa dikatakan sangat istimewa.
5.
Dampak dari LGBT
a)
Psikologis
Dari hasil penelitian yang telah kami lakukan dilihat dari sisi
psikologisnya dapat didefinisakan bahwa psikologis mereka terdapat yang ekstrovert
dan introvert. Yakni yang memposisikan dirinya sebagai peran laki-laki,
cenderung ekstrovert. Sedangkan yang memposisikan dirinya sebagai perempuan, ia
cenderung introvert. Dilihat dari pengungkapan mereka mengenai jati diri
mereka. Dari hasil penelitian kami orang yang berperan sebagai laki-laki dalam
hubungan lesbi tersebut mengungkapkan bahwa ia sangat ekstrovert terhadap semua
teman-temannya dan dunia maya, mengenai hubungan lesbinya tersebut. Bahkan ia
mengatakan, “aku ga peduli banyak atau sedikitnya orang yang mau berteman
dengan aku, jika ia mau berteman dengan ku inilah aku apa adanya yang memiliki
kelaian ini”. Tetapi orang yang berperan sebagai laki-laki dalam hubungan
lesbi ini terungkap bahwa hingga detik ini ia masih menutupi keadaannya dari keluarganya.
Ia mengungkapkan bahwa ketika ia sedang berada di lingkungan keluarganya sebisa
mungkin ia menunjukkan kefeminimannya sebagai seorang perempuan.
Sedangkan orang yang memposisikan dirinya sebagai perempuan dalam
hubungan lesbi ini mengungkapkan bahwa ia sangat introvert dan menyembunyikan
hubungan lesbinya kepada teman-temannya dan bahkan di dunia maya sekalipun. Ia
mengungkapkan bahwa ia terbuka mengenai hubungan lesbinya ini hanya pada
orang-orang tertentu saja. Dan keluarga nya pun hingga saat ini belum mengetahui
walaupun sempat memunculkan kecurigaan dari keluarganya.
Mereka yang menjalin hubungan lesbi ini menyadari bahwa hubungan
yang sedang mereka jalani ini adalah sebuah kelainan dan mereka memiliki
keinginan untuk berubah bahkan tidak ada terlintas dalam pikiran mereka membawa
hubungan mereka ini ke jenjang yang lebih serius, tetapi mereka mengungkapkan
bahwa mereka masih merasa nyaman dengan hubungan yang mereka jalani. Kami
mengutip ungkapan mereka bahwa “kita merasa nyaman dalam hubungan ini karena
hubungan dengan sesama jenis memiliki rasa perhatian yang berlebih dan tidak
merusak kehormatannya sebagai wanita daripada berhubungan dengan lawan jenis”. Mereka
mengungkapkan hal tersebut karena mereka pernah merasakan pula menjalin
hubungan dengan lawan jenis atau yang dikenal dengan bisexs. Mereka
mengungkapkan ada perbedaan antara menjalin hubungan dengan wanita dan
laki-laki. Mereka mengungkapkan ketika mereka berhubungan dengan lawan
jenis/laki-laki mereka merasa aneh, lebih terjaga dan ada juga yang
mengungkapkan bahwa ketika mereka berhubungan dengan lawan jenis mereka hanya
menjadi objek saja. Sedangkan ketika mereka menjalin hubungan dengan sesama
jenis khususnya yang berperan sebagai laki-laki mereka merasa bisa menjaga
lebih setia tidak banyak bertengkar dan adapula yang mengungkapkan bahwa
menjalin hubungan dengan perempuan ia bisa menjadi subjek.
b)
Biologis
Dari hasil
penelitian kami dilihat dari sisi biologisnya, mereka terlihat seperti
perempuan pada umumnya, namun yang lebih mencolok disini ialah salah satu dari
mereka yang berperan sebagai laki-laki. Mereka lebih senang memperlihatkan
kejantanannya sebagai laki-laki dan menutupi ke feminimannya dengan cara
berpakaian layaknya laki-laki biasa, mereka pun memotong rambutnya menjadi pendek
seperti laki-laki sehingga hal ini dapat mengecoh siapa saja yang melihatnya
akan menganggap dia itu laki-laki tulen. Jika hal ini terus dibiarkan, bukan
tidak mungkin mereka akan mengubah dirinya menjadi seorang laki-laki seutuhnya
dengan mengubah alat kelaminnnya (transgender) karena hal ini biasa di lakukan
bagi mereka yang sudah nyaman menjadi seorang laki-laki begitu pun sebaliknya.
Sedangkan yang berperan sebagai perempuan dalam hubungan lesbi ini ia lebih
berpenampilan layaknya seorang perempuan pada umumnya.
c)
Moral
Dari hasil penelitian kami dilihat dari sisi moralnya mereka
mengungkapkan bahwa hubungan lesbi ini terdapat anugerah bagi dirinya namun
terdapat pula musibah bagi dirinya. Mereka mengatakan “anugerah yang kita
dapat dari hubungan ini yaitu tahu perbandingan adanya pengalaman serta
mendapat sesuatu yang tidak dapat diperoleh oleh laki-laki seperti hal negatif.
Sedangkan musibah yang kami rasakan yaitu tidak ada ketertarikan terhadap lawan
jenis”. Mereka juga mengungkapkan bahwa mereka sadar hukum hubungan lesbi
menurut agama yang mereka anut bahwa hubungan tersebut merupakan perbuatan
terlarang. Mereka menyadari hubungan lesbi ini sebuah kelainan tetapi mereka
menganggap hal tersebut adalah sebuah kelebihan dari Tuhan.
d)
Sosial
Dari hasil
penelitian kami dilihat dari sisi sosial dampak yang akan dialami oleh mereka
yang mengalami kelainan ini yakni ketika mereka ingin sembuh mereka akan
mengalami hambatan, misalnya dijauhi oleh teman yang memiliki kelainan yang
sama seperti mereka dan mereka akan sulit kembali ke lingkungan yang normal
karena mereka merasa minder dan malu. Tetapi dari hasil penelitian kami
narasumber yang berperan sebagai laki-laki mengungkapkan bahwa jika ada
temannya yang ingin berubah dari kelainan ini mereka akan sangat mendukungnya
dan tidak saling menghindari tapi saling mengingatkan. Sedangkan hasil dari
narasumber yang berperan sebagai perempuan yang mengatakan bahwa jika ada
temannya yang ingin berubah dari kelainan ini ia mengungkapkan bahwa ia akan
menghindari teman yang ingin berubah dari kelainan tersebut, karena ia takut
bahwa temannya akan kembali lagi seperti semula.
Dari hasil
penelitian kami pun, kami dapat mendefinisikan bahwa mereka tidak terlalu
peduli terhadap lingkungan sosial mereka bahkan mereka yang menjadi narasumber
kami tidak mengikuti komunitas-komunitas LGBT yang telah kita ketahui yang
tersebar di negara kita ini, mereka beranggapan dan mengatakan bahwa yang
mengikuti komunitas tersebut termasuk orang “alay”. Mereka mengungkapkan “kita,
melakukan interaksi sosial dengan yang sama-sama kelainan seperti kita hanya
melalui perkenalan dari teman ke teman tanpa mengikuti komunitas-komunitas”.
6.
Hukum-Hukum LGBT
a)
Menurut Al-Quran dan Hadits
Dalam
al-quran Allah telah berfirman,
$»Ûqä9ur øÎ) tA$s% ÿ¾ÏmÏBöqs)Ï9 öNà6¯RÎ) tbqè?ù'tGs9 spt±Ås»xÿø9$# $tB Nà6s)t6y $pkÍ5 ô`ÏB 7ymr& ÆÏiB úüÏJn=»yèø9$# ÇËÑÈ
“Dan (ingatlah) ketika Luth berkata kepada
kaumnya: “Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji
yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu” (Qs.
Al Ankabut: 28)
$»Ûqä9ur øÎ) tA$s% ÿ¾ÏmÏBöqs)Ï9 tbqè?ù's?r& spt±Ås»xÿø9$# $tB Nä3s)t7y $pkÍ5 ô`ÏB 7tnr& ÆÏiB tûüÏJn=»yèø9$# ÇÑÉÈ
“dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (ingatlah)
tatkala Dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan
faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini)
sebelummu?"
Selain firman Allah dalam al-quran, terdapat juga
beberapa hadits
“أَرْبَعَةٌ يُصْبِحُونَ فِي
غَضِبِ اللَّهِ ويُمْسُونَ فِي سَخِطَ اللَّهِ”، قَالَ أَبُوْ هُرَيْرَةَ : “وَمَنْ هُمْ
يَا رَسُولَ اللَّهِ؟” قَالَ:”الْمُتَشَبِّهِينَ
مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ،
وَالَّذِي يَأْتِي الْبَهِيمَةَ، وَالَّذِي يَأْتِي الرِّجَالَ”
“Ada empat
golongan yang di pagi hari mereka berada dalam kemarahan AllahSubhaanahu
wa ta’ala dan di sore hari mereka berada dalam kemurkaan-Nya.” Abu Hurairah
berkata: “Siapakah mereka itu wahai Rasulullah?”
Beliau ` menjawab: “Para lelaki yang menyerupai wanita, para
wanita yang menyerupai lelaki, orang yang menyetubuhi binatang, dan lelaki yang
menyetubuhi lelaki.”
Abdullah bin
Abbas mengambil hukuman seperti ini dari hukuman yang AllahSubhaanahu wa
ta’ala timpakan kepada kaum Luth dan Abdullah bin Abbaslah yang
meriwayatkan sabda Nabi ` ,
“مَنْ
وَجَدْتُمُوْهُ يَعْمَلُ عَمَلَ قَوْمَ لُوْطٍ فَاقْتُلُوْا الْفَاعِلَ وَ
الْمَفْعُوْلَ بِهِ”
“Siapa saja di antara kalian
mendapati seseorang yang melakukan perbuatan kaum Luth maka bunuhlah pelakunya
beserta pasangannya.“
b)
Menurut Undang-Undang
Secara khusus mengenai LGBT/seks bebas tidak diatur dalam KUHP
tetapi tindakan tersebut dapat menjerumuskan kita pada tindak pidana tertentu,
seperti :
Melanggar
kesusilaan di depan umum
Pasal
281 KUHP menyatakan bahwa :
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan
bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah:
Ke-1 barangsiapa dengan sengaja merusak kesusilaan di hadapan umum
Ke-2 barangsiapa dengan sengaja merusak kesusilaan di muka orang
lain yang hadir tidak dengan kemauannya.
7.
Strategi Konseling dalam Menangani LGBT
Orang yang datang ke konselor berkaitan dengan masalah LGBT baik
yang menyandang atau baru mengalami
gejala-gejalanya pada umumnya mereka sudah menyadari suatu penyimpangan dan mereka
ingin sembuh sebagai konselor kita harus menerimanya dan tidak menolaknya serta
tidak berlaku diskriminatif hanya karena kita tahu bahwa mereka berbeda.
Seperti yang telah kita ketahui faktor penyebab LGBT kebanyakan dikarenakan masalalu
yang cenderung buruk seperti adanya bullying dari lingkungan sekitar,
pelecehan seksual dan patah hati atau merasa disakiti oleh lawan jenis
sehingga mereka menyimpan rasa dendam dan benci yang berlebihan yang membuat
mereka trauma untuk dekat dengan lawan jenis.
Adapun tahap awal yang dilakukan konselor untuk menghadapi
konseling yang memiliki masalah seperti ini adalah menghadapi konseling dengan
cara-cara positif, atau setidaknya tidak menunjukkan penolakan. Melalui
interaksi dengan suasana penuh penerimaan dan pengertian, secara bertahap
konselor membantu konseling menemukan cara-cara yang tepat untuk mendapatkan
kepercayaan dirinya kembali menjadi dirinya sendiri yang sesuai dengan kudratNya.
Kemudian jika dilihat dari ilmu kesehatan mental LGBT merupakan bagian dari
mental yang sakit, yang dikenal dengan anxiety/ansitas yang merupakan tekanan
batin karena adanya dua macam dorongan, pertimbangan, keinginan yang
baerlawanan atau beretentangan satu sama lain. Maka dari itu seorang konselor
harus mampu mengarahkan khususnya kepada konseli yang menyadari kelainan
tersebut untuk mengarahkannya agar dapat menegndalikan kelainan tersebut kepada
hal yang lebih positif.
Untuk mencapai tujuan penanganan masalah LGBT ini, konseli dapat
memberikan strategi dalam dua tahap yakni :
a.
Tindakan Preventif LGBT
Berdasarkan uraian di atas, maka tindakan preventif
dalam mencegah LGBT bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1)
Meningkatkan peran orangtua dalam melakukan pola asuh
dan pendidikan terhadap anak serta meningkatkan pola komunikasi efektif antara
orangtua dengan anak-anak mereka.
2)
Meningkatkan peran sekolah dalam mencegah pengaruh lingkungan
sekitar, dengan melakukan pendidikan seks yang benar dan tepat, sosialisasi
tentang LGBT serta meningkatkan skill para konselor dalam melakukan pencegahan
terhadap pengaruh buruk LGBT bagi perkembangan diri konselinya.
3)
Meningkatkan pola pendidikan agama yang bisa meningkatkan kesadaran
konseli untuk mencintai Allah, mencintai Rasul dan membaca Al-Quran serta
memfasilitasi mereka untuk mampu mengaplikasikan ajaran tersebut dalam
kehidupan sehari-hari dalam bentuk perilaku yang mencerminkan “akhlakul karimah”.
4)
Meningkatkan peran pemerintah dalam mencegah pengaruh
buruk media televisi dan sosial dengan melakukan control yang cukup ketat dan
dan memberdayakan lembaga-lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengontrol
pengaruh buruk tersebut.
b.
Tindakan Kuratif LGBT
Berdasarkan perspektif Psikologi Islam, terdapat beberapa alternatif
metode yang dapat digunakan dalam menangani kasus LGBT, antara lain Terapi
Psikospiritual ala Nabi Yusuf, yang dikembangkan oleh Setiyo Purwanto, S.Psi
.Msi, Terapi Tranformasi diri yang dikenalkan oleh Prof. Robert Frager, dan
terapi Restrukturisasi kognitif baik melalui Tadabbur Al Fatihah yang dikembangkan oleh Sktiyono S.Psi.,
M.Psi. dan Dr. Umar Yusuf, M.Si. atau terapi restrukturisasi kognitif melalui
keberysukuran yang penelitiannya disupervisi oleh Prof. Sutardjo, AW.
Terapi
psikospiritual yang dikembangkan Purwanto, menggunakan landasan filosofis
dari surat Yusuf ayat 53 yang isinya : “Dan Aku tidak
membebaskan nafsku, Karena Sesungguhnya nafs itu selalu membawa kepada
kejahatan, kecuali nafs yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.”
Purwanto menyatakan bahwa ayat tersebut di atas mengandung 3
tahapan yang dapat membebaskan seseorang dari dorongan seks yang tidak pada
tempatnya. Ketiga tahapan adalah :
1)
Kesadaran
(Spiritual Conscious Therapy)
“Dan Aku tidak membebaskan nafsku, karena sesungguhnya nafs itu selalu membawa
kepada kejahatan.” pada potongan
ayat ini Nabi
Yusuf benar-benar sadar akan nafs yang mendorong dia untuk
mengikuti hawa nafsu yang berupa syahwat yaitu untuk berhubungan seks dengan
Siti Zulaikha. Kesadaran ini menunjukkan bahwa memang Nabi Yusuf pun tidak kuasa dengan nafs nya yang begitu kuat
condongnya ke syahwat. Kesadaran Nabi Yusuf merupakan hikmah pertama yang dapat
kita gunakan untuk menjadi dasar menyadarkan seseorang bahwa yang mendorong
untuk berbuat tidak baik itu adalah nafs amarah yang ada kecenderungan kuat
untuk ke syahwat. Diri yang sadar bukanlah nafs. Maka pemahaman mengenai
yang sadar ini penting di berikan kepada
penderita LGBT. Dengan keterpisahan ini yaitu antara yang sadar dan yang
menodorong ke arah syahwat ini akan menjadi langkah awal untuk terbebas dari
dorongan seks yang tidak wajar. Pada tahap awal ini merupakan terapi
kesadaran.
Terapi kesadaran ini fokus pada
dorongannya bukan pada perilakunya. Kesadaran akan dorongan seks yang sangat
besar ini akan membantu pelaku penyimpangan seksual untuk melepaskan dari
dorongan menyimpang yang muncul. Pelepasan dan pembebasan dorongan menyimpang
dilakukan secara internal sehingga individu lebih terjaga dan lebih efektif. Akar
permasalahan yang menjadi filosofi terapi ini adalah bahwa penyimpangan seks
bukanlah pelarian dari ketidakmampuan berhubungan seks yang sewajarnya, tapi
lebih disebabkan oleh ketidakmampuan individu untuk mengelola dan mengendalikan
dorongan seks menyimpang yang muncul.
Terapi kesadaran ini juga dapat
menetralkan emosi negatif yang disebabkan oleh pengalaman masa lalu yang
tersimpan di bawah sadar. Teknik kesadaran memberikan kesempatan kepada gejolak
pikiran yang merupakan penyebab terjadinya penyimpangan seksual yaitu dengan
menerima bahwa ini peristiwa masa lalu sebagai sebuah takdir Allah SWT.
Pemunculan memori bawah sadar akan
memberikan suatu netralisasi agar pengaruhnya tidak sampai menjadikan perilaku
menyimpang.
2) Pasrah kepada Allah (Surrender Relaxation)
“...Kecuali nafs yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya
Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha penyanyang.” Uniknya dari kisah Nabi Yusuf
ini adalah bahwa Nabi Yusuf tidak menahan
dorongan seks, dan
beliau juga tidak mengikuti dorongan
tersebut. Yang dilakukan Nabi Yusuf adalah memasrahkan nafs yang amarah ini
agar nafs diberi rahmat Allah sehingga bisa menjadi nafs yang lebih tenang
yaitu nafs muthmainah (Al-Fajr
27-30). Maka Nabi Yusuf pun ketika berhadapan Siti Zulaikha di dalam satu
kamar, beliau tetap pasrah dan berdoa kepada Allah agar nafs mendapatkan rahmat
dari Allah, harapannya adalah agar nafs yang amarah (mengikuti syahwat) berubah
menjadi nafs yang muthmainah (tenang,
tidak ada dorongan seks).
Terapi kedua ini bisa dilakukan teknik
relaksasi religius dimana penderita LGBT diberikan ketrampilan relaksasi yang
di modifikasi dengan kepasrahan kepada Allah SWT. Hasil latihan ini selain
dapat mengurangi gejolak dorongan seks yang menyimpang juga dapat membantu
penderita untuk menggunakannya ketika gejolak muncul. Nafsu syahwat yang sedang
bergejolak dapat di counter dengan teknik relaksasi.
Proses relakasi meditatif ini dapat mengurangi kecemasan,
Penyimpangan seksual merupakan simtom/penyakit kecemasan yang
dihasilkan dari pengalaman masa lalu yang tersimpan di pikiran bawah sadar. Hal
ini ditunjukkan dengan perilaku obsesi kompulsif yang ada pada penderita
penyimpangan seksual. Maka dengan pengurangan kecemasan ini diharapkan dapat
mengurangi dorongan seksual yang muncul, dan dengan berkurangnya dorongan
seksual ini akan mengurangi pula frekuensi
terjadi perilaku seks yang menyimpang.
Penyimpangan seksual
dapat pula dideskripsikan sebagai cara mengatasi masalah dengan mood yang
rendah, mengatasi rasa kesepian, membenci diri sendiri dan kehampaan akan makna
hidup. Dengan memasrahkan diri kepada Allah dengan penuh kesadaran maka keadaan
keadaan psikis yang demikian dapat dikurangi bahkan dapat diatasi. Salah satu
cara untuk melakukan relaksasi-pasrah ini adalah dengan dzikir nafas, dengan metode
dzikir nafas selain memberikan kesadaran spiritual juga bisa mengurangai
perasaan cemas
3) Spiritual Self Hypnosis
Hipnoterapi merupakan
teknik yang umum digunakan untuk mengurangi kecanduan seperti merokok, narkoba
dan Seks. Spiritual Self hypnosis digunakan dalam model terapi ini yaitu ketika
kepasrahan dimunculkan dan proses relaks sudah terjadi maka kalimat kalimat
sugesti dapat dimasukkan. Unsur spiritual dalam self hypnosis ini dapat
dilakukan dengan menyerahkan kesembuhan kepada Allah SWT. Pada kisah Nabi Yusuf terdapat teknik Spiritual Self hypnosis yaitu ketika beliau memanjatkan doa kepada Allah saat berduaan dengan Siti
Zulaikha. “Dan aku tidak membebaskan
nafsku, karena sesungguhnya nafs itu selalu membawa kepada kejahatan, kecuali
nafs yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi
Maha penyanyang.”
Penanaman sugesti ini
penting bagi penderita LGBT yang ingin membebaskan diri penyimpangan ini.
Selama dirinya tidak bersedia untuk sembuh, selama dia menganggap bahwa
perilaku seks menyimpangnya adalah suatu kewajaran maka dengan terapi apapun
tidak akan bisa sembuh.
Kemudian sugesti
berikutnya adalah pengakuan bahwa hanya dengan rahmat Allah nafs amarah berubah
menjadi nafs muthmainah, serta pengakuan bahwa Allah maha pengampun dan
penyayang. Jika kalimat ini menjadi materi self
sugestion maka akan dapat merubah content bawah sadar terutama hal hal yang
dapat memicu munculnya perilaku LGBT.
[1] M.A. Priatno. 1996. Syari’at
Islam dalam Menghadapi Kenakalan Remaja. Bandung: AlMa’arif. Hal.
105
[2] Mappiare, Andi. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha
Nasional. Hal. 27
[3] Cahayauntukkeluarga.files.wordpress.com/ (diakses pada hari senin
tanggal 07 januari 2013 jam 11.54)
[4] Sudarsono. 1991. Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja. Jakarta:
PT. Rineka Cipta. Hal. 5
[5] Kartini Kartono. 1998. Patologi sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta:
CV. Rajawali. Hal. 6
[6] Sudarsono. Op.cit. hal. 5
[7] Sudarsono. 1991. Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hal.
11
[8] Ibid., hal. 11
[9] Samsul Munir Amin. 2010. Bimbingan dan Konseling Islam.
Jakarta: Amzah. Hal. 368
[10] Sarlito Wirawan Sarwono. 2007. Psikologi Remaja. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. Hal. 205
[11] Aat Syafaat, Sohari Sahrani, Muslih. 2008. Peran Pendidikan Agama
Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hal. 79
[12] Wiryo Setiyana. 2015. Patologi Sosial. Bandung: Tim Mimbar
Pustaka. Hal. 115
[13] Aat Syafaat, Sohari Sahrani,
Muslih. 2008. Peran Pendidikan Agama Islam Dalam Mencegah Kenakalan Remaja. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 76
[14] Agoes Dariyo. 2004. Psikologi Perkembangan Remaja. Bogor Selatan:
Ghalia Indah. Hal. 110
[15] https:// googleweblight.com(diakses pada hari senin tanggal 18
Februari 2016 jam 13.05)
[16] www.mohlimo.com(diakses pada hari jumat tanggal 29 januari 2016 jam
14.09)
[17] Sundari, Siti. 2005. Kesehatan Mental dalam Kehidupan. Jakarta:
PT Rineka Cipta. Hlm. 80
[18] Kartono, Kartini. 1990. Psikologi Anak (Psikologi Perkembangan). Bandung:
Mandar Maju. Hlm. 174
[19] Dr. Abu Ameenah Philips dan Dr.Zafar Khan, Islam dan Homoseksual (Jakarta:
Pustaka Zahra, 2003), Cet.1, hlm. 85
[20] Dr. Masyitah Ibrahim "Program Ikut
Telunjuk Nafsu", Artikal diakses pada 20 May 2013, dari http://www.utusan.com.my
[21] Dra. Sri Habsari, Bimbingan dan Konseling
SMA, diakses pada 24 May 2013 dari http://books.google.co.id
[23] Noor Azilawati Mohd Sabda, Siri Pemupukan Motivasi Insan,
Menghindari Ancaman Seksual, (T. t: Pinang SDN.BHD), Cet.1, hlm. 16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar