Makalah Hakikat Agama
Diajukan
untuk memenuhi tugas terstruktur Ujian Tengah Semester Pengantar Studi Islam
Fakultas Dakwah dan Komunikasi jurusan Bimbingan Konseling Islam kelas D
Disusun
oleh Kelompok IV :
Restu Aqil Kusnadi 1144010153 (Narasumber)
Ridha Syahida
Imanisalma Z 1144010155 (Narasumber)
Risma Peristiawati
1144010162 (Notulen)
Siti
Rahmah 1144010173 (Narasumber)
Syifa Nurul Inayah As 1144010182 (Narasumber)
Wildan Hadiansyah 1144010191 (Moderator)
Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati BANDUNG
Jl. AH Nasution No. 105 Bandung Telp.
022-7800525/Fax.022-7803936, email: contact.uin@uinsgd.ac.id
KATA
PENGANTAR
Puji
serta syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang mana memberikan
banyak kenikmatan bagi kita semua sebagai makhluknya yang penuh dengan
kesalahan sehingga hari ini atas
kehendak-Nya jugalah makalah ini dapat terselesaikan.
Tidak
lupa pula shalawat dan salam kami hantarkan pada junjungan kita nabi besar
Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya keislaman, ketauhidan dan
intelektualitas pada kami semua.
Ucapan
terimah kasih kami ucapkan kepada segenap sahabat maupun teman-teman sekalian
yang ikut berperan serta atas terselesainya makalah ini sebagai syarat tugas
yang diberikan oleh dosen untuk kelompok kami.
Semoga makalah
ini dapat menjadi sumbangan ilmu yang bermanfa’at bagi kita semua. Permintaan maaf
yang sebesar-besarnya kami ucapkan, apabila terdapat kesalahan dan kekhilafan,
karena kesempurnaan hanya milik Allah Azza Wajalla. Dan hanya kepada Nya lah
penulis memohon petunjuk dan kepada-Nya lah kembali segala urusan.
Amien
ya Rabbal ‘Alamien
Bandung, 26
Oktober 2014
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ....... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... ....... 1
1.1
Latar Belakang
Masalah .......................................................... ....... 1
1.2
Perumusan Masalah
................................................................. ....... 2
1.3
Tujuan Penulisan ............................................................................. 2
1.4
Metode Penulisan .................................................................... ....... 2
BAB II HAKIKAT AGAMA ...................................................................... ....... 4
2.1 Pengertian Hakikat Agama................................................................... 4
2.2 Agama sebagai Sumber Pandangan Hidup
.................................. ....... 7
2.3 Agama sebagai Sumber Normative Hidup
................................... ....... 9
2.4 Agama sebagai
Sumber Ritual Hidup .......................................... ..... 12
BAB III ................ PENUTUP
................................................................. ..... 14
3.1 K esimpulan
14
3.2 Saran.............................................................................................. ..... 15
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Agama merupakan salah satu aspek yang paling penting dari
pada aspek-aspek budaya yang di pelajari oleh para antropolog dan para ilmuwan
sosial lainnya. Bahkan sangat penting, bukan saja yang di jumpai pada setiap
masyarakat yang sudah diketahui, tetapi karena juga penting bagi segala aspek
karena saling pengaruh mempengaruhi antara lembaga budaya satu dengan yang
lainya. Di dalam agama itu di jumpai ungkapan materi budaya dalam tabiat
manusia serta dalam sistem nilai, moral dan etika. Agama itu saling pengaruh
mempengaruhi dengan sistem organisasi kekeluaragaan, perkawian, ekonomi, hukum,
dan politik. Agama juga memasuki lapangan pengobatan, sains dan teknologi.
Serta agama itu memberikan inspirasi untum memberontak dan melakukan peperangan
dan terutama telah memperindah dan memperhalus karya seni, tidak terdapat suatu
instuisi kebudayaan lainnya menyajikan suatu lapangan ekspresi dan implikasi
begitu halus seperti halnya agama. Ide-ide keagamaan dan konsep-konsep
keagamaan itu tidak dipaksa oleh hal-hal yang bersifat fisik sekirannya. Segala
macam formula itu tidak menjumpai keterbasan dibanding dengan permasalahan
spiritual yang dipertanyakan oleh manusia itu sendiri.
Agama juga merupakan
sistem kepercayaan yang meliputi tata cara peribadatan hubungan manusia dengan
sang mutlak, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam
lainnya sesuai dengan kepercayaan tersebut. Berdasarkan klasifikasi manapun
diyakini bahwa agama memiliki peranan signifikan bagi kehidupan manusia,
disebabkan agama terdapat seperangkat nilai yang menjadi pedoman dan pegangan
manusia.
Sehingga agama pun melahirkan berbagai sumber seperti
pandangan hidup (aqidah), normative hidup (akhlaq), dan ritual hidup (fiqih).
Berangkat dari fenomena diatas, penulis berusaha membahasnya melalui karya
ilmiah yang sederhana ini dengan judul “Hakikat
Agama”
1.2 Rumusan Masalah
Bertitik tolak
dari latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka
penulis merumuskannya dalam bentuk pertanyaan berikut :
1. Apa
pengertian dari Hakikat Agama ?
2. Bagaimana
Agama sebagai Sumber Pandangan Hidup ?
3. Bagaimana
Agama sebagai Sumber Normative Hidup ?
4. Bagaimana
Agama sebagai Sumber Ritual Hidup ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penyusunan karya tulis ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui pengertian dari hakikat agama
2. Untuk
mengetahui agama sebagai sumber pandangan hidup
3. Untuk
mengetahui agama sebagai sumber normative hidup
4. Untuk
mengetahui agama sebagai sumber ritual hidup
1.4 Metode Penulisan
Dalam
penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan metode “bibiliografi”
atau metode “kepustakaan” dengan menelusuri literature yang ada serta
menelaahnya secara tekun dalam mengerjakan sebuah penelitian. Dengan
langkah-langkah sebagai berikut :
Langkah
pertama : Mengumpulkan bahan-bahan
yang berkaitan dengan bahasan
(collecting of fact date)
Langkah
kedua : Mengklasifikasikan data
atau bahan (classification of fact date)
Langkah
ketiga : Menganalisa bahan-bahan
yang ada kemudian membuat kesimpulan
(analitic of fact date)
BAB II
HAKIKAT AGAMA
2.1 Pengertian Hakikat Agama
Hakikat memiliki arti kebenaran atau
yang benar-benar ada. Kata ini berasal dari kata pokok hak (al-Haq), yang
berarti milik (kepunyaan) atau benar (kebenaran).[1] Kata
Haq, secara khusus oleh orang-orang sufi sering digunakan sebagai istilah untuk
Allah, sebagai pokok (sumber) dari segala kebenaran, sedangkan yang berlawanan
dengan itu semuanya disebut batil (yang tidak benar).
Sedangkan Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan,
atau juga disebut dengan nama Dewa atau
nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian
dengan kepercayaan tersebut. Agama yaitu dalam pengertiannya dapat
dikelompokkan pada dua bahagian yaitu agama menurut bahasa dan agama menurut
istilah. Beberapa persamaan arti kata“agama’’ dalam berbagai bahasa yakni, Ad
din (Bahasa Arab dan Semit), Religion (Inggris), La religion (Perancis), De
religie (Belanda), Die religion (Jerman).
Menurut
Abu Ahmadi agama menurut bahasa Agama berasal dari bahasa Sangsekerta yang
diartikan dengan haluan, peraturan, jalan atau kebaktian kepada Tuhan. Agama
itu terdiri dari dua perkataan yaitu berarti tidak, Gama berarti kacau balau,
tidak teratur. Jadi agama berarti tidak kacau balau yang berarti teratur.[2]
Agama
menurut istilah adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat
manusia dalam hubungannya dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama
manusia dan hubungan manusia dengan alam. Maka orang yang beragama adalah orang
yang teratur, orang yang tenteram dan orang yang damai baik dengan dirinya
maupun dengan orang lain dari segala aspek kehidupannya.[3]
Sebuah agama biasanya melingkupi tiga persoalan pokok, yaitu :
1.
Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural
yang diyakini mengatur dan mencipta alam.
2.
Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan
kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atau pengakuan dan
ketundukannya.
3.
Sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya atau alam
semesta yang dikaitkan dengan keyakinan nya tersebut.
Menurut
Ibnu Arabi, hakikat wujud ini adalah satu dalam jauhar dan zatnya, tetapi
berbilang dalam sifat dan asmanya. Selanjutnya ia mengatakan: “Manakala engkau
meninjau dari sudut zat-Nya, engkau akan berkata, itulah Haq. Dan apabila
engkau meninjau dari sudut sifat dan asma-Nya, dari sudut terjadinya segala sesuatu
yang mumkinat, niscaya engkau berkata, itulah makhluk atau alam” Hakikat juga
dapat berarti ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan maknanya yang pertama
(makna yang sebenarnya), kebalikan dari ungkapan majas (metafor). Akan tetapi
ada beberapa ungkapan majaz yang sudah sering digunakan, sehingga menjadi
semacam konvensi, majaz seperti ini dapat disebut sebagai hakikat secara adat
kebiasaan (haqiqat al-`urfiyat).[4]
Ditinjau
dari sumbernya agama dibagi dua, yaitu agama wahyu dan agama bukan wahyu. Agama
wahyu (revealed religion) adalah agama yang diterima oleh manusia dari Allah
Sang Pencipta melalui malaikat Jibril dan disampaikan serta disebarkan oleh
Rasul-Nya kepada umat manusia. Wahyu-wahyu dilestarikan melalui Al Kitab, suhuf
(lembaran-lembaran bertulis) atau ajaran lisan. Agama wahyu menghendaki iman
kepada Tuhan Pemberi wahyu, kepada rasul-rasul penerima wahyu dan kepada
kitab-kitab kumpulan wahyu serta pesannya disebarkan kepada seluruh umat
manusia. Sedangkan agama bukan wahyu (agama budaya/ cultural religion atau
natural religion) bersandar semata-mata kepada ajaran seorang manusia yang
dianggap memiliki pengetahuan tentang kehidupan dalam berbagai aspeknya secara
mendalam. Contohnya agama Budha yang berpangkal pada ajaran Sidharta Gautama
dan Confusianisme yang berpangkal pada ajaran Kong Hu Cu.
Sedangkan
hakikat agama dalam pembahasan ini lebih tertuju pada hakikat agama islam.
Apabila dicari dari asal katanya, Islam berasal dari kata aslama yang merupakan
turunan dari (derivasi) dari kata asslmu, assalamu, assalamatu yang artinya
bersih selamat dari kecacatan lahir batin. Agama Islam adalah agama wahyu yang
bedasarkan tahuid, atau keesaan Tuhan diketahui manusia bedasarkan kabar dari
Tuhan itu sendiri melalaui fiirman yang disampaikan kepada Rasul Nya. Islam
satu-satunya yang memiliki kitab suci yang asli dan autentik, tidak mengalami
perubahan semenjak diturunkan pada abad ke-6 maasehi sampai sekarang bahkan
sampai akhir zaman Rasul. Ajaran Isalam berlaku Universal untuk segala tempat
dan bangsa serta berlaku abadi sepanjang masa sebagaimana diungkapkan AL-Quran
surat AL-Anbyaa.(21):107 yang artinya:
“Dan tidaklah kami menggutus kamu,
melainkan untuk (menjadi )rahmat bagi semesta alam.”
Hakikat
agama yang dimaksud dalam pembahasan ini yaitu suatu kebenaran yang benar-benar
ada atau sumber pokok suatu aturan. Keyakinan akan adanya Tuhan yang tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan manusia, maka sangat perlu dipahami secara seksama
oleh setiap manusia dan hakikat agama pula membawa peraturan-peraturan berupa
hukum-hukum yang harus dipatuhi baik dalam bentuk perintah yang wajib
dilaksanakan maupun berupa larangan yang harus ditinggalkan.
2.2 Agama sebagai Sumber Pandangan
Hidup
Menurut Muhammad
Ali, islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian teori atau rukun iman, dan
bagian praktik yang mencakup segala yang harus dikerjakan oleh orang islam,
yakni amalan-amalan yang harus dijadikan pedoman hidup. Akidah menurut bahasa
adalah menghubungakan dua sudut sehingga bertemu dan bersambung secara
kokoh. Dalam bidang perundang-undangan
akidah berarti menyepakati antara dua perkara atau lebih yang harus dipatuhi
bersama.
Pandangan hidup dalam bahasa arab
disebut sebagai Aqidah yaitu bahwa aqidah
berasal dari kata عقد - يعقد - عقيدة artinya
kepercayaan atau keyakinan. Sedangkan pengertian aqidah Islam menurut istilah
adalah sesuatu yang dipercaya dan diyakini kebenarannya oleh hati manusia,
sesuai dengan ajaran Islam dengan berpedoman kepada al-Quran dan Hadits.[5]
Akidah
dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai Tuhan yang
wajib disembah, ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat syahadat. Akidah
demikian itu mengandung arti bahwa dari orang yang beriman tidak ada rasa dalam
hati, atau ucapan dimulut dan perbuatan melainkan secara keseluruhan
menggambarkan iman kepada Allah SWT. Bahwa
akidah islam bersifat murni baik dalam isinya maupun dalam prosesnya.
Akidah
islam sangat berpengaruh dalam segala aktivitas yang dilakukan manusia,
sehingga aktivitas manusia itu dapat bernilai ibadah. Dengan demikian akidah
islam bukan sekedar keyakinan dalam hati, melainkan pada tahap selanjutnya
harus menjadi acuan dasar dalam bertingkah laku, serta berbuat yang pada
akhirnya menimbulkan amal shaleh.
Agama
dikatan sebagai sumber pandangan hidup (Aqidah) karena Aqidah Islam sebagai sesuatu yang diwahyukan Allah. Aqidah Islam itu bersumber dari wahyu Allah yang diturunkan melalui
malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW, untuk diajarkan kepada ummatnya dan terpelihara kemurniaannya sampai hari
akhir zaman. Aqidah Islam
bukanlah hasil rekayasa perasaan atau pemikiran Nabi Muhammad SAW sendiri, akan
tetapi merupakan ajaran langsung dari Allah SWT sebagaimana yang disebutkan di
dalam al-Quran, surat al-Najm ayat 3-4:
”Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa
nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan
(kepadanya).” (QS. Al-Najm:3-4)
Dalam ayat tersebut Allah
menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad adalah benar-benar
wahyu adanya, bukan sebuah rekayasa atau buatan Nabi sendiri. Bahwa aqidah Islam yang bersumber dari alquran dan hadits cakupannya
meliputi:
a. Kepercayaan akan adanya Allah swt dengan segala sifat-sifat-Nya, yakni
sifat wajib, sifat mustahil dan sifat jaiz, serta wujudnya yang dapat
dibuktikan dengan keteraturan dan keindahan alam semesta ini.
b. Kepercayaan tentang alam gaib; percaya akan adanya alam di balik alam nyata
ini yang tidak bisa diamati oleh indra manusia. Demikian pula makhluq-makhluq
yang ada di dalamnya seperti malaikat, jin dan ruh.
c. Kepercayaan kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para rasul-Nya.
Kitab-kitab tersebut diturunkan agar manusia dapat menjadikannya pedoman dalam
mengarungi alam beserta segala problematikanya. Dengan menggunakan pedoman
tersebut maka manusia dapat membedakan yang baik dan yang buruk, serta yang
halal dan yang haram.
d. Kepercayaan kepada para rasul Allah yang diutus dan dipilih untuk memberi
petunjuk dan bimbingan kepada manuisa agar melakukan hal hal yang baik dan
benar.
e. Kepercayaan kepada hari akhir serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada
saat itu, seperti hari kebangkitan (Ba’ats), adanya pahala dan dosa, surga dan
neraka.
f. Kepercayaan kepada qadha dan qadar Allah tentang segala sesuatu yang
terjadi di alam semesta ini.
Salah satu ciri manhaj (jalan) yang
lurus adalah manhaj yang memiliki kesamaan mashdar (sumber) pengambilan dalil
dalam masalah agama, khususnya masalah-masalah yang berkaitan dengan akidah.
Hal ini berlaku kapan dan di mana pun kaidah tersebut digunakan. Tidak ada
kesimpangsiuran pemahaman akidah pada setiap zaman dalam manhaj tersebut. Dari
zaman Rasululloh sholallahu ‘alaihi wassalam hingga zaman sekarang dan sampai
kapan pun, prinsip akidah yang benar tidak pernah berubah. Jika ada perubahan
dalam hal akidah, tentu agama ini belumlah sempurna. Prinsip inilah yang
digunakan oleh para ulama dalam memahami dan menjaga syariat Islam.
2.3 Agama sebagai Sumber Normative Hidup
Normative
hidup atau juga lebih dikenal dengan istilah moral hidup, dalam bahasa arab
disebut juga dengan Akhlaq. Akhlaq itu
sendiri memiliki arti tabiat, kebiasaan, adab. Berasal
dari bahasa arab, jamak dari khuluqun خُلُقٌ yang menurut bahasa berarti budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi
persesuaian dengan perkataan khalqun خَلْقٌ yang berarti kejadian, yang juga
erat hubungannya dengan khaliqخَالِقٌ yang berarti pencipta; demikian
pula dengan akhluqun مَخْلُوْقٌ yang berarti yang diciptakan.[6]
Secara epistemologi atau istilah akhlak bisa diartikan
sifat yang mantap di dalam diri yang membuat perbuatan yang dilakukannya baik
atau buruk, bagus atau jelek. Adapun berbagai
perspektif sesuai dengan para ahli tasawuf diantaranya:
a. Ibnu Maskawaih memberikan definisi sebagai berikut yang
artinya:
“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan
perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
b.
Imam Al-Ghozali
mengemukakan definisi Akhlak yang artinya:
Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang
daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memertrlukan
pertimbangan pikiran(lebih dahulu)”.
Oleh karenanya, apabila amal dan pikiran seseorang sholeh (baik) maka sholeh pula diri dan
akhlaknya, dan sebaliknya apabila amal dan pikirannya rusak maka rusak pula
dirinya dan akhlaknya.
Akhlak bukanlah sekedar prilaku manusia yang bersifat bawaan
lahir, tetapi merupakan salah satu dari demensi kehidupan seseorang muslim yang
mencakup aqidah, ibadah, akhlak dan syari’ah. Karena itu akhlak ruang
lingkupnya sangat luas, yakni ethos, moral dan estetika.
Ethos yaitu yang mengatur hubungan seseorang dengan
khaliqnya, Al- Ma’bud bil haq serta
kelengkapan Uluhiyandan Rububiyah, seperti terhadap
Rasul-rasul Allah, kitab-kitab-Nya dan sebagainya. Moral yaitu yang
mengatur hubungan sesamanya, tetapi yang berlainan jenis dan atau yang
menyangkut kehormatan tiap pribadi. Estetika adalah rasa keindahan yang
mendorong seseorang untuk meningkatkan keadaan dirinya serta lingkungannya,
agar lebih indah dan menuju kesempurnaan. Akhlaq pun terbagi
menjadi dua sisi, yaitu :
a. Akhlak Terpuji (akhlaqul karimah)
Ialah segala tingkah laku terpuji yang merupakan tanda
kesempurnaan iman seseorang kepada Allah SWT. Akhlaqul karimah
dilahirkan berdasarkan sifat-sifat terpuji. Hamzah Ya’qub mengatakan akhlak
yang baik ialah mata rantai iman. Al-Ghazali menerangkan bentuk keutamaan
akhlak mahmudah yang dimiliki seseorang misalnya sabar, benar, dan
tawakal. Hal itu dinyatakan sebagai gerak jiwa dan gambaran batin seseorang
yang secara tidak langsung menjadi akhlaknya. Pandangan Al-Ghazali tentang
akhlak yang baik hampir senada dengan pendapat Plato. Plato mengatakan bahwa
orang utama adalah orang yang dapat melihat kepada Tuhannya secara
terus-menerus seperti ahli seni yang selalu melihat pada contoh-contoh
bangunan. Al-Ghazali memandang bahwa orang yang dekat kepada Allah SWT adalah
orang yang mendekati ajaran-ajaran Rasulullah yang memiliki akhlak sempurna.
b. Akhlak Tercela (Akhlaqul
mazmumah)
yaitu segala
tingkah laku yang tercela atau akhlak yang jahat, dan hal tersebut sangat di
benci oleh Allah SWT. Akhlak secara bahasa berarti
tindakan, perilaku, dan juga perangai. Adapun madzmumah sendiri memiliki arti
kekejian (radza’il), buruk atau tercela. Dengan demikian yang dikatakan buruk
itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik, dan tidak disukai
kehadirannya oleh manusia. Dan daripadanya akan memberikan dampak negatif
terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang berada disekitarnya. Pendapat
lain juga menyebutkan bahwasanya yang disebut dengan akhlak madzmumah ialah
semua sifat, perkataan ataupun perbuatan yang tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan sehingga dianggap buruk atau tercela dan bernilai negatif.
Meskipun demikian menurut Al-Ghazali asal mula yang menjadi
biang dari adanya akhlak madzmumah tersebut yakni kelobaan, ekses nafsu
seksual, nafsu untuk berkata berlebihan, amarah hebat, rasa iri, rasa dendam,
cinta dunia, cinta harta, kebakhilan, kemegahan, kesombongan, kecongkakan, dan
penipuan terhadap diri sendiri, dan untuk membuang biang-biang dari sifat
tersebut dapat dilakukan dengan jalan riyadhah dan membiasaan menahan diri atau
mujahadah. Contohnya seperti Kufur, Riya’, Nifaq, Syirik, Sombong dan
lain sebagainya.[7]
Atas dasar itulah, maka
agama memiliki peranan penting usaha dalam menghapus krisis moral dengan
menjadikan agama sebagai sumber moral. Allah SWT telah memberikan agama sebagi
pedoman dalam menjalani kehidupan didunia ini agar mendapat kebahagiaan sejati,
salah satunya adalah pedoman moral. Melalui kitab suci dan para rosul, Allah
telah mejelaskan prinsip-prinsip moral yang harus dijadian pedoman oleh umat
manusia. Dalam konteks islam sumber moral itu adalah Al-Quran dan Hadist.
Maka agama dapat dikatakan sumber
normative hidup (moral/akhlaq) yaitu karena semua akhlak tersebut telah
terangkum beserta dalil-dalilnya yang jelas dan terperinci berdasarkan al Quran
(wahyu Allah) dan hadis rasulullah. Maka dari itu, kita sebagai umat Islam
tidak hanya menjadikannya sebagai pengetahuan saja, tetapi juga berusaha untuk
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan melaksanakan apa yang telah
ada dalam sumber-sumber agama.
Memahami akhlak adalah masalah
fundamental dalam Islam. Namun sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam
hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu
memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memahami akhlak dan menghasilkan
kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu selalu diulang – ulang dengan
kecenderungan hati (sadar) .Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil
perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang
menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan
hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan melahirkan perasaan moral
yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah, sehingga ia
mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan
mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.
2.4 Agama sebagai Sumber Ritual
Hidup
Ritual hidup dalam pembahasan ini
dalam bahasa arab dapat disebut dengan Fiqih. Fiqih secara umum yaitu faham
atau tahu. Menurut istilah, fiqih berarti ilmu yang menerangkan tentang
hukum-hukum syara’ yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang diperoleh
dari dalil-dali tafsil (jelas).Orang yang mendalami fiqih disebut dengan faqih. Jama’nya adalah fuqaha, yakni orang-orang yang mendalami
fiqih.[8]
Fiqih menurut bahasa berarti ‘paham’,
seperti dalam firman Allah: “Maka mengapa orang-orang
itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?”
(QS.An Nisa:78). Dan Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya
khutbah seseorang, merupakan tanda akan kepahamannya.”[9]
Dalam kitab Durr al-Mukhtar disebutkan bahwa fiqih mempunyai dua makna, yakni menurut
ahli usul dan ahli fiqih. Masing-masing memiliki pengertian dan dasar
sendiri-sendiri dalam memaknai fiqih.
Menurut ahli usul, Fiqih adalah ilmu
yang menerangkan hukum-hukum shara’ yang bersifat far’iyah (cabang), yang
dihasilkan dari dalil-dalil yang tafsil (khusus, terinci dan jelas). Tegasnya,
para ahli usul mengartikan fiqih adalah mengetahui hukum dan dalilnya.
Menurut para ahli fiqih (fuqaha), fiqih adalah mengetahui hukum-hukum shara’
yang menjadi sifat bagi perbuatan para hamba (mukallaf), yaitu: wajib, sunnah,
haram, makruh dan mubah.
Fiqih juga melarang membahas peristiwa yang
belum terjadi sampai ia terjadi. Sebagaimana Firman Allah Ta'ala : "Hai orang-orang yang beriman !
janganlah kamu menanyakan semua perkara, karena bila diterangkan padamu, nanti
kamu akan jadi kecewa ! tapi jika kamu menayakan itu ketika turunnya al-qur'an
tentulah kamu akan diberi penjelasan. Kesalahanmu itu telah diampuni oleh Allah
dan Allah maha pengampunlagi penyayang." (Q. S. Al-Maidah: 101)
Dan dalam sebuah hadits ada tersebut bahwa
Nabi Saw. telah melarang mempertanyakan "Aqhluthath" yakni masalah-masalah
yang belum lagi terjadi, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
a. Menjauhi banyak tanya dan masalah-masalah pelik.
b. Menghindarkan pertikaian dan perpecahan didalam
agama.
c. Mengembalikan masalah-masalah yang dipertikaikan
kepada Kitab dan sunah.
Dalam mempelajari fiqih, Islam telah meletakkan
patokan-patokan umum guna menjadi pedoman bagi kaum muslimin yaitu Al-quran dan
As-Sunnah adapun Ijma dan Qiyas. Segala yang dikeluarkan dalam pembahasan fiqih
tidak lain dan tidak bukan bersumber dari sebuah agama yakni agama islam.
[2] Abu A’la
Maududi, 1967, Towards Understanding Islam, Islamic Fublication Ltd, Lahore,
Dacca
[3] Op.Cit
[4] Op.Cit
[5] majalah Al-Islam edisi I dan II
[6]
Ahmad Amin. (1983). Al-akhlak, Etika (Ilmu Akhlak). alih bahasa KH. Farid
Maruf. Jakarta: Bulan Bintang.
[7] Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1994), Cet. 2
[9] Muslim no. 1437, Ahmad no. 17598, Daarimi no. 1511
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, pengertian hakikat
agama yaitu suatu kebenaran yang benar-benar ada atau sumber pokok suatu
aturan. Keyakinan akan adanya Tuhan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
manusia, maka sangat perlu dipahami secara seksama oleh setiap manusia dan
hakikat agama pula membawa peraturan-peraturan berupa hukum-hukum yang harus
dipatuhi baik dalam bentuk perintah yang wajib dilaksanakan maupun berupa larangan
yang harus ditinggalkan.
Agama dikatan sebagai sumber
pandangan hidup (Aqidah) karena Aqidah Islam
sebagai sesuatu yang diwahyukan Allah. Aqidah Islam
itu bersumber dari wahyu Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada
Rasulullah SAW, untuk diajarkan
kepada ummatnya dan terpelihara kemurniaannya sampai hari akhir zaman. Aqidah Islam bukanlah hasil rekayasa perasaan atau pemikiran Nabi Muhammad
SAW sendiri, akan tetapi merupakan ajaran langsung dari Allah SWT
Agama dapat dikatakan sumber normative hidup
(moral/akhlaq) yaitu karena semua akhlak tersebut telah terangkum beserta
dalil-dalilnya yang jelas dan terperinci berdasarkan al Quran (wahyu Allah) dan
hadis rasulullah. Maka dari itu, kita sebagai umat Islam tidak hanya
menjadikannya sebagai pengetahuan saja, tetapi juga berusaha untuk
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan melaksanakan apa yang telah
ada dalam sumber-sumber agama.
Dalam mempelajari ritual hidup atau disebut juga fiqih,
Islam telah meletakkan patokan-patokan umum guna menjadi pedoman bagi kaum
muslimin yaitu Al-quran dan As-Sunnah adapun Ijma dan Qiyas. Segala yang
dikeluarkan dalam pembahasan fiqih tidak lain dan tidak bukan bersumber dari
sebuah agama yakni agama islam.
3.2 Saran-saran
Sebagai akhir dari karya tulis ini
penulis berharap agar pembaca dapat memberikan saran yang bersifat membangun.
Mengambil dari referensi-referensi dari karya tulis ini sebagai penutup,
penulis ingin mengemukakan saran yang mudah-mudahan bermanfaat yang ditunjukkan
umumnya bagi para pembaca dan khususnya bagi para generasi yang akan datang.
Bahwa segala pandangan hidup (aqidah), normative hidup atau moral (akhlaq), dan
ritual hidup (fiqih) harus bersumber pada Agama tapi agama yang sesungguhnya
atau benar adanya (hakikat agama) yakni Agama Islam yaitu yang bersumber pada
Al-Qur’an dan As-sunnah agar tak terjadi kekeliruan dalam mengaplikasikan dalam
suatu peribadahan kita.
DAFTAR PUSTAKA
Abu A’la Maududi
(1967). Towards Understanding Islam, Islamic
Fublication Ltd, Lahore,Dacca
Ahmad Amin.
(1983). Al-akhlak,
Etika (Ilmu Akhlak). alih bahasa KH. Farid Maruf. Jakarta: Bulan
Bintang.
Asmaran,
(1994).
Pengantar Studi Akhlak,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada), Cet.2
Hamzah Yaqub.
(1983). Etika
Islam. Bandung: Diponegoro.
Rasjid.Sulaiman
H,
Majalah Al-Islam edisi I dan II
Muslim
no. 1437, Ahmad no. 17598, Daarimi no. 1511
Tidak ada komentar:
Posting Komentar