Jumat, 24 Februari 2017

Makalah Hakikat Agama
Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur Ujian Tengah Semester Pengantar Studi Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi jurusan Bimbingan Konseling Islam kelas D


                                           Disusun oleh Kelompok IV :            
Restu Aqil Kusnadi                 1144010153               (Narasumber)         
Ridha Syahida Imanisalma Z  1144010155               (Narasumber)
Risma Peristiawati                   1144010162               (Notulen)
Siti Rahmah                             1144010173               (Narasumber)
Syifa Nurul Inayah As             1144010182               (Narasumber)
Wildan Hadiansyah                 1144010191               (Moderator)

Universitas Islam Negeri  Sunan Gunung Djati BANDUNG

Jl. AH Nasution No. 105 Bandung Telp. 022-7800525/Fax.022-7803936, email: contact.uin@uinsgd.ac.id


KATA PENGANTAR
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj04UqYhLLO9-pQK1r0xxWPAejSpg_lXft2x9yjVu4OWB76SaWcuBATkAhR32oQMTcGur6UeRHnEWjUhUHE8NBilPm500MUe4D-AJv5Jk7t5bFMLjCsucu0ONlCwsqRvUsfVR1WJ9Gyud8/s912/bismillahirrahmanirrahim.png

Puji serta syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang mana memberikan banyak kenikmatan bagi kita semua sebagai makhluknya yang penuh dengan kesalahan  sehingga hari ini atas kehendak-Nya jugalah makalah ini dapat terselesaikan.
Tidak lupa pula shalawat dan salam kami hantarkan pada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya keislaman, ketauhidan dan intelektualitas pada kami semua.
Ucapan terimah kasih kami ucapkan kepada segenap sahabat maupun teman-teman sekalian yang ikut berperan serta atas terselesainya makalah ini sebagai syarat tugas yang diberikan oleh dosen untuk kelompok kami.
Semoga makalah ini dapat menjadi sumbangan ilmu yang bermanfa’at bagi kita semua. Permintaan maaf yang sebesar-besarnya kami ucapkan, apabila terdapat kesalahan dan kekhilafan, karena kesempurnaan hanya milik Allah Azza Wajalla. Dan hanya kepada Nya lah penulis memohon petunjuk dan kepada-Nya lah kembali segala urusan.

Amien ya Rabbal ‘Alamien

Bandung, 26 Oktober 2014



               Penulis,            



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................         i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ....... ii
BAB I   PENDAHULUAN ........................................................................... ....... 1
1.1         Latar Belakang Masalah .......................................................... ....... 1
1.2         Perumusan Masalah ................................................................. ....... 2
1.3         Tujuan Penulisan ............................................................................. 2
1.4         Metode Penulisan .................................................................... ....... 2
BAB II  HAKIKAT AGAMA ...................................................................... ....... 4
2.1  Pengertian Hakikat Agama................................................................... 4
2.2  Agama sebagai Sumber Pandangan Hidup .................................. ....... 7
2.3  Agama sebagai Sumber Normative Hidup ................................... ....... 9
2.4  Agama sebagai Sumber Ritual Hidup .......................................... ..... 12
BAB III     ................ PENUTUP ................................................................. ..... 14
3.1  K                                                                                                     esimpulan                 14
3.2  Saran.............................................................................................. ..... 15
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Agama merupakan salah satu aspek yang paling penting dari pada aspek-aspek budaya yang di pelajari oleh para antropolog dan para ilmuwan sosial lainnya. Bahkan sangat penting, bukan saja yang di jumpai pada setiap masyarakat yang sudah diketahui, tetapi karena juga penting bagi segala aspek karena saling pengaruh mempengaruhi antara lembaga budaya satu dengan yang lainya. Di dalam agama itu di jumpai ungkapan materi budaya dalam tabiat manusia serta dalam sistem nilai, moral dan etika. Agama itu saling pengaruh mempengaruhi dengan sistem organisasi kekeluaragaan, perkawian, ekonomi, hukum, dan politik. Agama juga memasuki lapangan pengobatan, sains dan teknologi. Serta agama itu memberikan inspirasi untum memberontak dan melakukan peperangan dan terutama telah memperindah dan memperhalus karya seni, tidak terdapat suatu instuisi kebudayaan lainnya menyajikan suatu lapangan ekspresi dan implikasi begitu halus seperti halnya agama. Ide-ide keagamaan dan konsep-konsep keagamaan itu tidak dipaksa oleh hal-hal yang bersifat fisik sekirannya. Segala macam formula itu tidak menjumpai keterbasan dibanding dengan permasalahan spiritual yang dipertanyakan oleh manusia itu sendiri.
Agama juga merupakan sistem kepercayaan yang meliputi tata cara peribadatan hubungan manusia dengan sang mutlak, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam lainnya sesuai dengan kepercayaan tersebut. Berdasarkan klasifikasi manapun diyakini bahwa agama memiliki peranan signifikan bagi kehidupan manusia, disebabkan agama terdapat seperangkat nilai yang menjadi pedoman dan pegangan manusia.
Sehingga agama pun melahirkan berbagai sumber seperti pandangan hidup (aqidah), normative hidup (akhlaq), dan ritual hidup (fiqih). Berangkat dari fenomena diatas, penulis berusaha membahasnya melalui karya ilmiah yang sederhana ini dengan judul “Hakikat Agama”

1.2  Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka penulis merumuskannya dalam bentuk pertanyaan berikut :
1.      Apa pengertian dari Hakikat Agama ?
2.      Bagaimana Agama sebagai Sumber Pandangan Hidup ?
3.      Bagaimana Agama sebagai Sumber Normative Hidup ?
4.      Bagaimana Agama sebagai Sumber Ritual Hidup ?


1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penyusunan karya tulis ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian dari hakikat agama
2.      Untuk mengetahui agama sebagai sumber pandangan hidup
3.      Untuk mengetahui agama sebagai sumber normative hidup
4.      Untuk mengetahui agama sebagai sumber ritual hidup

1.4  Metode Penulisan
Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan metode “bibiliografi” atau metode “kepustakaan” dengan menelusuri literature yang ada serta menelaahnya secara tekun dalam mengerjakan sebuah penelitian. Dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Langkah pertama        : Mengumpulkan bahan-bahan yang berkaitan dengan bahasan
(collecting of fact date)
Langkah kedua           : Mengklasifikasikan data atau bahan (classification of fact date)
Langkah ketiga           : Menganalisa bahan-bahan yang ada kemudian membuat kesimpulan
(analitic of fact date)


BAB II
HAKIKAT AGAMA
2.1 Pengertian Hakikat Agama
            Hakikat memiliki arti kebenaran atau yang benar-­benar ada. Kata ini berasal dari kata po­kok hak (al-Haq), yang berarti milik (ke­punyaan) atau benar (kebenaran).[1] Kata Haq, secara khusus oleh orang-orang sufi sering digunakan sebagai istilah untuk Allah, sebagai pokok (sumber) dari segala kebenaran, sedangkan yang berlawanan dengan itu semuanya disebut batil (yang tidak benar).
            Sedangkan Agama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sistem atau prinsip kepercayaan kepada Tuhan, atau juga disebut dengan nama Dewa atau nama lainnya dengan ajaran kebhaktian dan kewajiban-kewajiban yang bertalian dengan kepercayaan tersebut. Agama yaitu dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bahagian yaitu agama menurut bahasa dan agama menurut istilah. Beberapa persamaan arti kata“agama’’ dalam berbagai bahasa yakni, Ad din (Bahasa Arab dan Semit), Religion (Inggris), La religion (Perancis), De religie (Belanda), Die religion (Jerman).
Menurut Abu Ahmadi agama menurut bahasa Agama berasal dari bahasa Sangsekerta yang diartikan dengan haluan, peraturan, jalan atau kebaktian kepada Tuhan. Agama itu terdiri dari dua perkataan yaitu berarti tidak, Gama berarti kacau balau, tidak teratur. Jadi agama berarti tidak kacau balau yang berarti teratur.[2]
Agama menurut istilah adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat manusia dalam hubungannya dengan Tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam. Maka orang yang beragama adalah orang yang teratur, orang yang tenteram dan orang yang damai baik dengan dirinya maupun dengan orang lain dari segala aspek kehidupannya.[3] Sebuah agama biasanya melingkupi tiga persoalan pokok, yaitu :
1. Keyakinan (credial), yaitu keyakinan akan adanya sesuatu kekuatan supranatural yang diyakini mengatur dan mencipta alam.
2. Peribadatan (ritual), yaitu tingkah laku manusia dalam berhubungan dengan kekuatan supranatural tersebut sebagai konsekuensi atau pengakuan dan ketundukannya.
3. Sistem nilai yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya atau alam semesta yang dikaitkan dengan keyakinan nya tersebut.
Menurut Ibnu Arabi, hakikat wujud ini adalah satu dalam jauhar dan zatnya, teta­pi berbilang dalam sifat dan asmanya. Se­lanjutnya ia mengatakan: “Manakala engkau meninjau dari sudut zat-Nya, eng­kau akan berkata, itulah Haq. Dan apabila engkau meninjau dari sudut sifat dan asma-Nya, dari sudut terjadinya segala se­suatu yang mumkinat, niscaya engkau ber­kata, itulah makhluk atau alam” Hakikat juga dapat berarti ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan mak­nanya yang pertama (makna yang sebenar­nya), kebalikan dari ungkapan majas (metafor). Akan tetapi ada beberapa ung­kapan majaz yang sudah sering digunakan, sehingga menjadi semacam konvensi, ma­jaz seperti ini dapat disebut sebagai haki­kat secara adat kebiasaan (haqiqat al-`urfi­yat).[4]
Ditinjau dari sumbernya agama dibagi dua, yaitu agama wahyu dan agama bukan wahyu. Agama wahyu (revealed religion) adalah agama yang diterima oleh manusia dari Allah Sang Pencipta melalui malaikat Jibril dan disampaikan serta disebarkan oleh Rasul-Nya kepada umat manusia. Wahyu-wahyu dilestarikan melalui Al Kitab, suhuf (lembaran-lembaran bertulis) atau ajaran lisan. Agama wahyu menghendaki iman kepada Tuhan Pemberi wahyu, kepada rasul-rasul penerima wahyu dan kepada kitab-kitab kumpulan wahyu serta pesannya disebarkan kepada seluruh umat manusia. Sedangkan agama bukan wahyu (agama budaya/ cultural religion atau natural religion) bersandar semata-mata kepada ajaran seorang manusia yang dianggap memiliki pengetahuan tentang kehidupan dalam berbagai aspeknya secara mendalam. Contohnya agama Budha yang berpangkal pada ajaran Sidharta Gautama dan Confusianisme yang berpangkal pada ajaran Kong Hu Cu.
Sedangkan hakikat agama dalam pembahasan ini lebih tertuju pada hakikat agama islam. Apabila dicari dari asal katanya, Islam berasal dari kata aslama yang merupakan turunan dari (derivasi) dari kata asslmu, assalamu, assalamatu yang artinya bersih selamat dari kecacatan lahir batin. Agama Islam adalah agama wahyu yang bedasarkan tahuid, atau keesaan Tuhan diketahui manusia bedasarkan kabar dari Tuhan itu sendiri melalaui fiirman yang disampaikan kepada Rasul Nya. Islam satu-satunya yang memiliki kitab suci yang asli dan autentik, tidak mengalami perubahan semenjak diturunkan pada abad ke-6 maasehi sampai sekarang bahkan sampai akhir zaman Rasul. Ajaran Isalam berlaku Universal untuk segala tempat dan bangsa serta berlaku abadi sepanjang masa sebagaimana diungkapkan AL-Quran surat AL-Anbyaa.(21):107 yang artinya:
“Dan tidaklah kami menggutus kamu, melainkan untuk (menjadi )rahmat bagi semesta alam.”
Hakikat agama yang dimaksud dalam pembahasan ini yaitu suatu kebenaran yang benar-benar ada atau sumber pokok suatu aturan. Keyakinan akan adanya Tuhan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, maka sangat perlu dipahami secara seksama oleh setiap manusia dan hakikat agama pula membawa peraturan-peraturan berupa hukum-hukum yang harus dipatuhi baik dalam bentuk perintah yang wajib dilaksanakan maupun berupa larangan yang harus ditinggalkan.


2.2 Agama sebagai Sumber Pandangan Hidup
Menurut Muhammad Ali, islam dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian teori atau rukun iman, dan bagian praktik yang mencakup segala yang harus dikerjakan oleh orang islam, yakni amalan-amalan yang harus dijadikan pedoman hidup. Akidah menurut bahasa adalah menghubungakan dua sudut sehingga bertemu dan bersambung secara kokoh.  Dalam bidang perundang-undangan akidah berarti menyepakati antara dua perkara atau lebih yang harus dipatuhi bersama.
            Pandangan hidup dalam bahasa arab disebut sebagai Aqidah yaitu bahwa aqidah berasal dari kata عقد - يعقد - عقيدة artinya kepercayaan atau keyakinan. Sedangkan pengertian aqidah Islam menurut istilah adalah sesuatu yang dipercaya dan diyakini kebenarannya oleh hati manusia, sesuai dengan ajaran Islam dengan berpedoman kepada al-Quran dan Hadits.[5]
Akidah dalam Islam meliputi keyakinan dalam hati tentang Allah sebagai Tuhan yang wajib disembah, ucapan dengan lisan dalam bentuk dua kalimat syahadat. Akidah demikian itu mengandung arti bahwa dari orang yang beriman tidak ada rasa dalam hati, atau ucapan dimulut dan perbuatan melainkan secara keseluruhan menggambarkan iman kepada Allah SWT. Bahwa akidah islam bersifat murni baik dalam isinya maupun dalam prosesnya.
Akidah islam sangat berpengaruh dalam segala aktivitas yang dilakukan manusia, sehingga aktivitas manusia itu dapat bernilai ibadah. Dengan demikian akidah islam bukan sekedar keyakinan dalam hati, melainkan pada tahap selanjutnya harus menjadi acuan dasar dalam bertingkah laku, serta berbuat yang pada akhirnya menimbulkan amal shaleh.
                 Agama dikatan sebagai sumber pandangan hidup (Aqidah) karena Aqidah Islam sebagai sesuatu yang diwahyukan Allah. Aqidah Islam itu bersumber dari wahyu Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW, untuk diajarkan kepada ummatnya dan terpelihara kemurniaannya sampai hari akhir zaman. Aqidah Islam bukanlah hasil rekayasa perasaan atau pemikiran Nabi Muhammad SAW sendiri, akan tetapi merupakan ajaran langsung dari Allah SWT sebagaimana yang disebutkan di dalam al-Quran, surat al-Najm ayat 3-4:
”Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. Al-Najm:3-4)
Dalam ayat tersebut Allah menyatakan bahwa apa yang disampaikan oleh Nabi Muhammad adalah benar-benar wahyu adanya, bukan sebuah rekayasa atau buatan Nabi sendiri. Bahwa aqidah Islam yang bersumber dari alquran dan hadits cakupannya meliputi:
a.       Kepercayaan akan adanya Allah swt dengan segala sifat-sifat-Nya, yakni sifat wajib, sifat mustahil dan sifat jaiz, serta wujudnya yang dapat dibuktikan dengan keteraturan dan keindahan alam semesta ini.
b.      Kepercayaan tentang alam gaib; percaya akan adanya alam di balik alam nyata ini yang tidak bisa diamati oleh indra manusia. Demikian pula makhluq-makhluq yang ada di dalamnya seperti malaikat, jin dan ruh.
c.       Kepercayaan kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan kepada para rasul-Nya. Kitab-kitab tersebut diturunkan agar manusia dapat menjadikannya pedoman dalam mengarungi alam beserta segala problematikanya. Dengan menggunakan pedoman tersebut maka manusia dapat membedakan yang baik dan yang buruk, serta yang halal dan yang haram.
d.      Kepercayaan kepada para rasul Allah yang diutus dan dipilih untuk memberi petunjuk dan bimbingan kepada manuisa agar melakukan hal hal yang baik dan benar.
e.       Kepercayaan kepada hari akhir serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, seperti hari kebangkitan (Ba’ats), adanya pahala dan dosa, surga dan neraka.
f.       Kepercayaan kepada qadha dan qadar Allah tentang segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini.
Salah satu ciri manhaj (jalan) yang lurus adalah manhaj yang memiliki kesamaan mashdar (sumber) pengambilan dalil dalam masalah agama, khususnya masalah-masalah yang berkaitan dengan akidah. Hal ini berlaku kapan dan di mana pun kaidah tersebut digunakan. Tidak ada kesimpangsiuran pemahaman akidah pada setiap zaman dalam manhaj tersebut. Dari zaman Rasululloh sholallahu ‘alaihi wassalam hingga zaman sekarang dan sampai kapan pun, prinsip akidah yang benar tidak pernah berubah. Jika ada perubahan dalam hal akidah, tentu agama ini belumlah sempurna. Prinsip inilah yang digunakan oleh para ulama dalam memahami dan menjaga syariat Islam.

2.3 Agama sebagai Sumber Normative Hidup
Normative hidup atau juga lebih dikenal dengan istilah moral hidup, dalam bahasa arab disebut juga dengan Akhlaq. Akhlaq itu sendiri memiliki arti tabiat, kebiasaan, adab. Berasal dari bahasa arab, jamak dari khuluqun خُلُقٌ yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Kata tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan khalqun خَلْقٌ yang berarti kejadian, yang juga erat hubungannya dengan khaliqخَالِقٌ  yang berarti pencipta; demikian pula dengan akhluqun مَخْلُوْقٌ yang berarti yang diciptakan.[6]
Secara epistemologi atau istilah akhlak bisa diartikan sifat yang mantap di dalam diri yang membuat perbuatan yang dilakukannya baik atau buruk, bagus atau jelek. Adapun berbagai perspektif sesuai dengan para ahli tasawuf diantaranya:
a.       Ibnu Maskawaih memberikan definisi sebagai berikut yang artinya:
“Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pikiran (lebih dahulu)”.
b.      Imam Al-Ghozali mengemukakan definisi Akhlak yang artinya:
Akhlak ialah suatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memertrlukan pertimbangan pikiran(lebih dahulu)”.
Oleh karenanya, apabila amal dan pikiran seseorang sholeh (baik) maka sholeh pula diri dan akhlaknya, dan sebaliknya apabila amal dan pikirannya rusak maka rusak pula dirinya dan akhlaknya.
Akhlak bukanlah sekedar prilaku manusia yang bersifat bawaan lahir, tetapi merupakan salah satu dari demensi kehidupan seseorang muslim yang mencakup aqidah, ibadah, akhlak dan syari’ah. Karena itu akhlak ruang lingkupnya sangat luas, yakni ethos, moral dan estetika.
Ethos yaitu yang mengatur hubungan seseorang dengan khaliqnya, Al- Ma’bud bil haq serta kelengkapan Uluhiyandan Rububiyah, seperti terhadap Rasul-rasul Allah, kitab-kitab-Nya dan sebagainya. Moral yaitu yang mengatur hubungan sesamanya, tetapi yang berlainan jenis dan atau yang menyangkut kehormatan tiap pribadi. Estetika adalah rasa keindahan yang mendorong seseorang untuk meningkatkan keadaan dirinya serta lingkungannya, agar lebih indah dan menuju kesempurnaan. Akhlaq pun terbagi menjadi dua sisi, yaitu :
a.       Akhlak Terpuji (akhlaqul karimah)
Ialah segala tingkah laku terpuji yang merupakan tanda kesempurnaan iman seseorang kepada Allah SWT. Akhlaqul karimah dilahirkan berdasarkan sifat-sifat terpuji. Hamzah Ya’qub mengatakan akhlak yang baik ialah mata rantai iman.  Al-Ghazali menerangkan bentuk keutamaan akhlak mahmudah yang dimiliki seseorang misalnya sabar, benar, dan tawakal. Hal itu dinyatakan sebagai gerak jiwa dan gambaran batin seseorang yang secara tidak langsung menjadi akhlaknya. Pandangan Al-Ghazali tentang akhlak yang baik hampir senada dengan pendapat Plato. Plato mengatakan bahwa orang utama adalah orang yang dapat melihat kepada Tuhannya secara terus-menerus seperti ahli seni yang selalu melihat pada contoh-contoh bangunan. Al-Ghazali memandang bahwa orang yang dekat kepada Allah SWT adalah orang yang mendekati ajaran-ajaran Rasulullah yang memiliki akhlak sempurna.
b.      Akhlak Tercela (Akhlaqul mazmumah)
yaitu segala tingkah laku yang tercela atau akhlak yang jahat, dan hal tersebut sangat di benci oleh Allah SWT. Akhlak secara bahasa berarti tindakan, perilaku, dan juga perangai. Adapun madzmumah sendiri memiliki arti kekejian (radza’il), buruk atau tercela. Dengan demikian yang dikatakan buruk itu adalah sesuatu yang dinilai sebaliknya dari yang baik, dan tidak disukai kehadirannya oleh manusia. Dan daripadanya akan memberikan dampak negatif terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang berada disekitarnya. Pendapat lain juga menyebutkan bahwasanya yang disebut dengan akhlak madzmumah ialah semua sifat, perkataan ataupun perbuatan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan sehingga dianggap buruk atau tercela dan bernilai negatif.
Meskipun demikian menurut Al-Ghazali asal mula yang menjadi biang dari adanya akhlak madzmumah tersebut yakni kelobaan, ekses nafsu seksual, nafsu untuk berkata berlebihan, amarah hebat, rasa iri, rasa dendam, cinta dunia, cinta harta, kebakhilan, kemegahan, kesombongan, kecongkakan, dan penipuan terhadap diri sendiri, dan untuk membuang biang-biang dari sifat tersebut dapat dilakukan dengan jalan riyadhah dan membiasaan menahan diri atau mujahadah. Contohnya seperti Kufur, Riya’, Nifaq, Syirik, Sombong dan lain sebagainya.[7]
Atas dasar itulah, maka agama memiliki peranan penting usaha dalam menghapus krisis moral dengan menjadikan agama sebagai sumber moral. Allah SWT telah memberikan agama sebagi pedoman dalam menjalani kehidupan didunia ini agar mendapat kebahagiaan sejati, salah satunya adalah pedoman moral. Melalui kitab suci dan para rosul, Allah telah mejelaskan prinsip-prinsip moral yang harus dijadian pedoman oleh umat manusia. Dalam konteks islam sumber moral itu adalah Al-Quran dan Hadist.
            Maka agama dapat dikatakan sumber normative hidup (moral/akhlaq) yaitu karena semua akhlak tersebut telah terangkum beserta dalil-dalilnya yang jelas dan terperinci berdasarkan al Quran (wahyu Allah) dan hadis rasulullah. Maka dari itu, kita sebagai umat Islam tidak hanya menjadikannya sebagai pengetahuan saja, tetapi juga berusaha untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan melaksanakan apa yang telah ada dalam sumber-sumber agama.
            Memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam Islam. Namun sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah memahami akhlak dan menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu selalu diulang – ulang dengan kecenderungan hati (sadar) .Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Semua yang telah dilakukan itu akan melahirkan perasaan moral yang terdapat di dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna, mana yang cantik dan mana yang buruk.


2.4 Agama sebagai Sumber Ritual Hidup
            Ritual hidup dalam pembahasan ini dalam bahasa arab dapat disebut dengan Fiqih. Fiqih secara umum yaitu faham atau tahu. Menurut istilah, fiqih berarti ilmu yang menerangkan tentang hukum-hukum syara’ yang berkenaan dengan amal perbuatan manusia yang diperoleh dari dalil-dali tafsil (jelas).Orang yang mendalami fiqih disebut dengan faqih. Jama’nya adalah fuqaha, yakni orang-orang yang mendalami fiqih.[8]
Fiqih menurut bahasa berarti ‘paham’, seperti dalam firman Allah:  Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?” (QS.An Nisa:78). Dan Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Sesungguhnya panjangnya shalat dan pendeknya khutbah seseorang, merupakan tanda akan kepahamannya.”[9]
Dalam kitab Durr al-Mukhtar disebutkan bahwa fiqih mempunyai dua makna, yakni menurut ahli usul dan ahli fiqih. Masing-masing memiliki pengertian dan dasar sendiri-sendiri dalam memaknai fiqih.
Menurut ahli usul, Fiqih adalah ilmu yang menerangkan hukum-hukum shara’ yang bersifat far’iyah (cabang), yang dihasilkan dari dalil-dalil yang tafsil (khusus, terinci dan jelas). Tegasnya, para ahli usul mengartikan fiqih adalah mengetahui hukum dan dalilnya. Menurut para ahli fiqih (fuqaha), fiqih adalah mengetahui hukum-hukum shara’ yang menjadi sifat bagi perbuatan para hamba (mukallaf), yaitu: wajib, sunnah, haram, makruh dan mubah.
Fiqih juga melarang membahas peristiwa yang belum terjadi sampai ia terjadi. Sebagaimana Firman Allah Ta'ala : "Hai orang-orang yang beriman ! janganlah kamu menanyakan semua perkara, karena bila diterangkan padamu, nanti kamu akan jadi kecewa ! tapi jika kamu menayakan itu ketika turunnya al-qur'an tentulah kamu akan diberi penjelasan. Kesalahanmu itu telah diampuni oleh Allah dan Allah maha pengampunlagi penyayang." (Q. S. Al-Maidah: 101) 
Dan dalam sebuah hadits ada tersebut bahwa Nabi Saw. telah melarang mempertanyakan "Aqhluthath" yakni masalah-masalah yang belum lagi terjadi, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :  
a. Menjauhi banyak tanya dan masalah-masalah pelik. 
b. Menghindarkan pertikaian dan perpecahan didalam agama. 
c. Mengembalikan masalah-masalah yang dipertikaikan kepada Kitab dan sunah.
Dalam mempelajari fiqih, Islam telah meletakkan patokan-patokan umum guna menjadi pedoman bagi kaum muslimin yaitu Al-quran dan As-Sunnah adapun Ijma dan Qiyas. Segala yang dikeluarkan dalam pembahasan fiqih tidak lain dan tidak bukan bersumber dari sebuah agama yakni agama islam.




[2] Abu A’la Maududi, 1967, Towards Understanding Islam, Islamic Fublication Ltd, Lahore, Dacca
[3] Op.Cit
[4] Op.Cit
[5] majalah  Al-Islam edisi I dan II
[6] Ahmad Amin. (1983). Al-akhlak, Etika (Ilmu Akhlak). alih bahasa KH. Farid Maruf. Jakarta: Bulan Bintang.
[7] Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. 2
[8] Rasjid.Sulaiman H, (2002) Fiqih Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo
[9] Muslim no. 1437, Ahmad no. 17598, Daarimi no. 1511


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa, pengertian hakikat agama yaitu suatu kebenaran yang benar-benar ada atau sumber pokok suatu aturan. Keyakinan akan adanya Tuhan yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia, maka sangat perlu dipahami secara seksama oleh setiap manusia dan hakikat agama pula membawa peraturan-peraturan berupa hukum-hukum yang harus dipatuhi baik dalam bentuk perintah yang wajib dilaksanakan maupun berupa larangan yang harus ditinggalkan.
            Agama dikatan sebagai sumber pandangan hidup (Aqidah) karena Aqidah Islam sebagai sesuatu yang diwahyukan Allah. Aqidah Islam itu bersumber dari wahyu Allah yang diturunkan melalui malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW, untuk diajarkan kepada ummatnya dan terpelihara kemurniaannya sampai hari akhir zaman. Aqidah Islam bukanlah hasil rekayasa perasaan atau pemikiran Nabi Muhammad SAW sendiri, akan tetapi merupakan ajaran langsung dari Allah SWT
            Agama dapat dikatakan sumber normative hidup (moral/akhlaq) yaitu karena semua akhlak tersebut telah terangkum beserta dalil-dalilnya yang jelas dan terperinci berdasarkan al Quran (wahyu Allah) dan hadis rasulullah. Maka dari itu, kita sebagai umat Islam tidak hanya menjadikannya sebagai pengetahuan saja, tetapi juga berusaha untuk mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan melaksanakan apa yang telah ada dalam sumber-sumber agama.
            Dalam mempelajari ritual hidup atau disebut juga fiqih, Islam telah meletakkan patokan-patokan umum guna menjadi pedoman bagi kaum muslimin yaitu Al-quran dan As-Sunnah adapun Ijma dan Qiyas. Segala yang dikeluarkan dalam pembahasan fiqih tidak lain dan tidak bukan bersumber dari sebuah agama yakni agama islam.
3.2 Saran-saran
            Sebagai akhir dari karya tulis ini penulis berharap agar pembaca dapat memberikan saran yang bersifat membangun. Mengambil dari referensi-referensi dari karya tulis ini sebagai penutup, penulis ingin mengemukakan saran yang mudah-mudahan bermanfaat yang ditunjukkan umumnya bagi para pembaca dan khususnya bagi para generasi yang akan datang. Bahwa segala pandangan hidup (aqidah), normative hidup atau moral (akhlaq), dan ritual hidup (fiqih) harus bersumber pada Agama tapi agama yang sesungguhnya atau benar adanya (hakikat agama) yakni Agama Islam yaitu yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-sunnah agar tak terjadi kekeliruan dalam mengaplikasikan dalam suatu peribadahan kita.


DAFTAR PUSTAKA
Abu A’la Maududi
 (1967). Towards Understanding Islam, Islamic Fublication Ltd, Lahore,Dacca
Ahmad Amin.
(1983). Al-akhlak, Etika (Ilmu Akhlak). alih bahasa KH. Farid Maruf. Jakarta: Bulan Bintang.
Asmaran,
(1994). Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), Cet.2
Hamzah Yaqub.
(1983). Etika Islam. Bandung: Diponegoro.
Rasjid.Sulaiman H,
(2002). Fiqih Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo
Majalah  Al-Islam edisi I dan II
Muslim no. 1437, Ahmad no. 17598, Daarimi no. 1511


Tidak ada komentar:

Posting Komentar